A. Kualitas air sungai
di Banjarmasin berdasarkan hasil penelitian
Kota Seribu Sungai,
Sudah sewajarnya jika sebutan tersebut diberikan masyarakat untuk Banjarmasin.
Kota yang dilalui oleh dua sungai terbesar di Pulau Kalimantan, yaitu Sungai
Martapura dan Sungai Barito sehingga kota ini pun memiliki berpuluh-puluh
sungai, anak sungai dan bahkan kanal-kanal. Sungai memiliki arti yang sangat
penting bagi masyarakat Banjarmasin. Pasar Terapung yang sangat khas
Banjarmasin menjadi bukti penting eksistensi sungai di tengah kehidupan masyarakat.
Aktivitas perdagangannya ‘terapung’, baik penjual maupun pembeli bertransaksi
diatas sungai dengan menggunakan perahu khas Banjar, Jukung.
Secara historis,
Banjarmasin bahkan memiliki peran yang sangat strategis dalam perdagangan antar
pulau karena merupakan wilayah pertemuan Sungai Barito dan Sungai Martapura.
Dimasa kolonial Belanda, Banjarmasin dengan aliran Sungai Barito yang luas
menjadi pelabuhan keluar-masuk barang dari Singapura dan Jawa menuju ke pantai
timur Kalimantan. Selain itu, secara internal, Suku Banjar banyak memanfaatkan
keberadaan sungai tersebut beserta anak sungainya sebagai jalur transportasi
utama dengan jukung sebagai ‘kendaraan’ utama dalam pergerakan masyarakat.
Pengaruhnya, sebagian besar aktivitas dan permukiman masyarakat Banjarmasin
berkembang di sekitar sungai dengan karakteristik rumah mengapung, atau mereka
sering menyebut sebagai Rumah Lamin.
Penduduk yang
bermukim di sepanjang aliran sungai memanfaatkan sungai sebagai prasarana
transportasi. Selain itu terdapat pula lanting atau batang, yaitu sejenis rakit
yang terbuat dari kayu yang berfungsi sebagai tempat untuk MCK serta sebagai
dermaga untuk menambatkan jukung.
Namun dalam
perkembangannya, keunikan Banjarmasin tergerus oleh perkembangan zaman.
Simbiosis kehidupan yang terjadi antara masyarakat dan sungai tidak selamanya
berjalan secara mutualisme. Sungai yang ada di Banjarmasin kini mengalami
pergeseran orientasi dimana sungai tidak lagi menjadi ‘muka depan’ aktivitas
namun justru menjadi ‘muka belakang’. Perubahan orientasi tersebut secara tidak
langsung ternyata memberikan andil besar terhadap perubahan ‘perlakuan’
terhadap sungai, contohnya sungai menjadi lokasi bagi pembuangan sampah rumah
tangga serta aktivitas ‘belakang’ lainnya seperti MCK.
Dengan semakin meluasnya kawasan pemukiman penduduk,
semakin meningkatnya produk industri rumah tangga, serta semakin berkembangnya
kawasan industri memicu terjadinya peningkatan pencemaran pada air sungai. Hal
ini disebabkan karena semua limbah dari daratan, baik yang berasal dari
pemukiman perkotaan maupun yang bersumber dari kawasan industri dibuang ke
sungai. Limbah domestik yang berasal dari rumah tangga, perhotelan, rumah sakit
dan industri rumah tangga yang terbawa oleh air sisa-sisa pencucian akan
terbuang ke saluran drainase dan masuk ke kanal. Limbah yang dibuang pada
tempat pembuangan sampah akan terkikis oleh air hujan dan terbawa masuk ke
kanal atau sungai.
Biasanya air sungai atau air sumur sekitar lokasi
industri pencemar, yang semula berwarna jernih, berubah menjadi keruh berbuih
dan berbau busuk, sehingga tidak layak dipergunakan lagi oleh warga masyarakat
sekitar untuk mandi, mencuci, apalagi untuk bahan baku air minum. Terhadap
kesehatan warga masyarakat sekitar dapat timbul penyakit dari yang ringan
seperti gatal-gatal pada kulit sampai yang berat berupa cacat genetik pada anak
cucu dan generasi berikut.
Dari data yang dimiliki WALHI Kalimantan Selatan
dari Tahun 2008 sampai saat ini kondisi air sungai di Kalimantan Selatan
dinilai sudah tercemar zat berbahaya bagi kesehatan manusia, yakni bisa merusak
sel syaraf otak. Zat berbahaya itu antara lain logam berat seperti merkuri,
timbal, besi dan air raksa (emas). Air raksa atau merkuri (Hg) adalah salah
satu logam berat dalam bentuk cair. Manusia telah menggunakan merkuri oksida
(HgO) dan merkuri sulfida (HgS) sebagai zat pewarna dan bahan kosmetik sejak
jaman dulu.
Dewasa ini merkuri telah digunakan secara meluas
dalam produk elektronik, industri pembuatan cat, pembuatan gigi palsu,
peleburan emas, sebagai katalisator, dan lain-lain. Penggunaan merkuri sebagai
elektroda dalam pembuatan soda api dalam industri makanan seperti minyak goreng,
produk susu, kertas timah, pembungkus makanan juga kadang mencemari makanan
tersebut. Bila merkuri masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pencernaan,
dapat menyebabkan kerusakan akut pada ginjal sedangkan pada anak-anak dapat
menyebabkan Pink Disease/ acrodynia, alergi kulit dan kawasaki
disease/mucocutaneous lymph node syndrome. Selain itu, juga bisa menyebabkan
penyakit saraf, lumpuh, kehilangan indera perasa dan dapat menyebabkan
kematian.
”Ada beberapa kasus pencemaran air sungai di
Kalimantan Selatan yang diakibatkan oleh kegiatan industri dan penambangan,
seperti pembuangan limbah industri ke aliran sungai oleh PT Galuh Cempaka,
penambangan emas yang menggunakan merkuri untuk memisahkan emas dengan pasir.
Merkuri yang jatuh ke air akan memunculkan reaksi lanjutan (residu) yang jika
diuraikan bakteri akan menjadi senyawa beracun bernama metil merkuri (CH3Hg).
Apabila merkuri yang jatuh ke air melalui sisa-sisa ikatan tambang emas sampai
ke dasar sungai, sifatnya sudah beracun (toksin). Pada manusia, dampaknya bisa
mengenai kinerja saraf tubuh. Ambang batas aman kandungan merkuri dalam air
hanyalah 0,01 miligram. Di atas itu, sudah bisa dipastikan secara bertahap
kandungan ini akan terakumulasi tingkat bahayanya bagi makhluk hidup. Salah
satunya melalui rantai makanan di sekitar sungai. Tidak hanya di dalam air saja
merkuri membahayakan. Pada saat proses pengolahan ternyata juga cukup rawan
bagi kesehatan manusia. Mereka yang membakar emas hasil penambangan menggunakan
merkuri, terancam gangguan saluran pernafasan. Saat emas diolah udara yang
dihirup masuk hingga menuju paru-paru” Terang Dir Kampanye Walhi Kalimantan
Selatan Dwitho Frasetiandy.
Dikatakannya, Seperti yang terjadi di sungai Riam
Kiwa, di mana airnya tercemar oleh lemak/minyak dan raksa karena proses
penambangan emas. Dalam ketentuan, zat raksa di setiap liter air paling tinggi
0,001, sedangkan lemak/minyak harus nihil atau tidak ada. Namun, di sejumlah
titik pada Sungai Riam Kiwa ditemukan zat raksa dan lemak yang melebihi ambang
batas. Sampel yang diambil di Pengaron menunjukkan raksa 0,044; Mataraman
0,057; Martapura 0,051 dan Sungai Tabuk 0,051. Sedangkan kandungan lemak/minyak
di Pengaron ada 11, Mataraman 1, Martapura 2 dan Sungai Tabuk 0. Semestinya,
kandungan lemak/minyak harus tidak ada agar memenuhi standar kesehatan air.
Untuk pencemaran air sungai yang disebabkan oleh
proses penambangan, salah satu kasus yang terjadi adalah sistem pembuangan air
limbah penambangan oleh perusahaan pertambangan batu bara PT Tanjung Alam Jaya
yang menuju Sungai Riam Kiwa, Kabupaten Banjar, Kalsel yang menyebabkan
kekeruhan air sangat parah karena banyaknya jumlah sedimen yang terbawa arus
dari pertambangan. Tingkat kekeruhan air di sungai itu sudah mencapai 438
miligram per liter. Padahal, toleransinya 400 miligram per liter. Tingkat
kekeruhan yang melebihi ambang batas selain mengancam kematian ikan di sungai
itu juga menyebabkan terganggunya kesehatan manusia karena air digunakan untuk
mandi dan konsumsi sehari-hari. Sedangkan unsur lainnya seperti mangan dan besi
masih di bawah ambang toleransi. Kondisi ini memperlihatkan begitu hebatnya
tingkat erosi di sekitar sungai dan anak-anak Sungai Riam Kiwa yang
diperkirakan akibat kegiatan penambangan batu bara.
Sedangkan di Banjarmasin hampir seluruh sungainya
tercemar oleh logam berat. Untuk sungai Martapura dengan 8 titik pantau. Yaitu
di perairan muara Sungai Martapura, di atas aliran Sungai Barito, tepatnya di
kawasan perairan Pasar Terapung, kawasan perairan dekat PT Wijaya Tri Utama,
kawasan perairan di belakang pabrik karet Banua Lima Sajurus, kawasan perairan
Simpang Empat Sungai Andai, perairan belakang Banua Anyar tepatnya dekat warung
Soto Amat, perairan Sungai Tabuk, serta kawasan perairan belakang Pondok Darul
Salam. Di perairan Sungai Martapura inilah ditemukan pencemaran logam berat,
yang seluruhnya sudah melampaui ambang batas. Untuk merkuri (Hg) misalnya,
sudah mencapai 5,876. Sedangkan untuk pencemaran yang disebabkan pertambangan
batubara dan besi (Fe) sebesar 16,209, semestinya batas normalnya hanya 0,3.
Timbal (Pb) sudah mencemari sebesar 0,125 untuk batas normalnya hanya 0,3.
Sungai Barito dan Sungai Martapura yang menjadi
sumber kehidupan masyarakat di Kalsel terbukti telah tercemar berbagai unsur
logam berat. "Jika dibiarkan tanpa ada komitmen serius untuk
menanggulanginya, bukan tidak mungkin kasus minamata kembali terjadi,"
tutur Rachmadi. Kondisi air sungai mempunyai tingkat kekeruhan tinggi dengan
total suspended solid (TSS) mencapai 182-567 mg/l jauh di atas standar 50 mg/l.
Kadar DO mencapai 5 mg/l dengan standar -6 mg/l.
Di perairan Sungai Martapura inilah ditemukan
pencemaran logam berat, yang seluruhnya sudah melampaui ambang batas. Untuk
mercury (Hg) misalnya, sudah mencapai 5,876. Sedangkan batas normalnya hanya
sebesar 0,001 saja. Sedangkan untuk pencemaran yang disebabkan pertambangan
batubara dan besi (Fe) sebesar 16,209, semestinya batas normalnya hanya 0,3.
Timbal (Pb) sudah mencemari sebesar 0,125 untuk batas normalnya hanya 0,3.
Sedangkan pencemaran air sungai oleh tinja atau
kotoran manusia, hampir seluruh aliran sungai baik besar maupun kecil yang
banyak terdapat di dalam kota Banjarmasin tercemar tinja atau kotoran manusia.
Pencemaran dari tinja menjadikan kondisi air sungai mengandung bakteri jenis
coli yang cukup membahayakan bagi kesehatan masyarakat. Bakteri e-coli ini
ditenggarai sebagai penyebab terbesar penyakit diare pada bayi, balita, dan
anak. Sebenarnya bukan cuma anak-anak yang dikhawatirkan terkena diare, namun
juga orang dewasa.
Hampir terlihat di mana-mana air sungai dan air
lingkungan pemukiman penduduk tercemar berat tinja manusia, karena kebiasaan
warga yang membuang tinja langsung ke sungai. Pencemaran tinja ke air sungai di
dalam kota Banjarmasin, selain budaya masyarakat yang sebagian masih suka buang
air besar langsung ke sungai, juga akibat "septic tank" atau tempat
penampungan tinja rumah penduduk yang tidak memenuhi standar kesehatan
lingkungan. "Septic tank" kebanyakan pada rumah penduduk termasuk di
kawasan perumahan hanya seadanya, sehingga air tinja mengalir ke mana-mana.
Volume tinja yang mencemari lingkungan bisa dihitung untuk setiap orang warga
penduduk buang hajat sekitar 60 gram per hari, dengan jumlah penduduk kota
Banjarmasin saat ini mencapai 700 ribu jiwa.
Selain
itu, Kantor Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kota
Banjarmasin sendiri juga mengungkapkan akibat begitu tingginya tingkat
pencemaran limbah di sungai maka kandungan oksigen dalam air Sungai Barito dan
Martapura terus berkurang. Akibat dari kandungan oksigen dalam air (DO) terus
berkurang maka beberapa jenis ikan air Sungai Martapura kini menghilang. Selain
itu, perilaku hidup sehat masyarakat juga masih sangat rendah, yang diantaranya
tercermin dalam kurang bersihnya pengelolaan bahan makanan serta buruknya
penatalaksanaan bahan kimia dan pestisida yang kurang memperhatikan aspek kesehatan. Sebaikanya sebelum air
tersebut di konsumsi di endapkan terlebih dahulu, kemudian di rebus hingga
mendidih 100 derajat celcius selama satu menit, dengan demikian diharapkan
bakteri yang ada dalam air tercemar tersebut bisa mati. Jadi air sungai Barito
tersebut bisa dapat di konsumsi kembali.
Selain
tercemar pendulangan emas, Sungai Barito juga terkadang terintrusi air laut
sehingga menyebabkan air sungai tersebut asin, hal ini terjadi pada musim
kemarau. Apabila air asin sudah masuk ke pipa, maka tidak mungkin lagi
dijadikan sebagai sumber bahan baku yang saat ini sebagian masih digunakan
PDAM Banjarmasin dan PDAM yang ada diKalimantan. Kadar garam Sungai Barito yang
diambil contohnya yaitu dekat pelabuhan Trisakti Banjarmasin sudah mencapai
4300 miligram per liter, suatu kadar garam yang jauh di atas ambang batas
toleransi untuk diolah menjadi air bersih. Kadar garam air sungai yang bisa
diolah menjadi air bersih PDAM Banjarmasin paling tinggi hanya sekitar 250
miligram per liter. Menurut Muslih ketika ditemui disela-sela kegiatan pasar
murah ibu-ibu PDAM Banjarmasin, kenaikan kadar garam di Sungai Barito tersebut
juga mempengaruhi kadar garam anak sungai Barito yakni Sungai Martapura atau
Sungai Bilu, di mana terdapat lokasi pengambilan air baku PDAM
Banjarmasin.
Berdasarkan
hasil tes laboratorium PDAM, kandungan kadar garam di Sungai Bilu di lokasi
pengambilan air baku PDAM tercatat 1650 miligram per liter, masih sekitar 50
miligram per liter. Akibat lonjakan drastis kadar garam terpaksa pengambilan
air baku dari Sungai Bilu dihentikan operasinya
selama tiga jam terhitung, tetapi sejak pagi sudah dioperasikan lagi karena air
surut hingga kadar garam berkurang. Meskipun demikian penghentian pengambilan
air baku Sungai Bilu yang berkapasitas 500 liter per detik, tidak mempengaruhi
suplai air bersih kepada masyarakat, karena pengambilan air baku di Irigasi
Riam Kanan dan Sungai Tabuk tetap berjalan normal. Kepada masyarakat, Muslih
mengimbau untuk sementara tidak memanfaatkan dulu air sungai berkadar garam
tinggi itu untuk konsumsi, karena bila tetap digunakan maka akan sangat
mengganggu kesehatan, khususnya penyakit diare dan kolera. Cepatnya kadar garam
masuk ke sungai di Banjarmasin itu diperkirakan karena debit air di
hulu sungai terus berkurang pada saat kemarau, sehingga tekanan ke hilir lemah
akhirnya air laut masuk ke dalam sungai.
Selanjutnya
sistem pengelolaan Air di daerah pasang surut (Barito Kuala, Kalimantan
Selatan), yaitu tipikal masalah yang dihadapi di lokasi program SPFS di Barito
Kuala, yang terletak di daerah pasang surut adalah pengaruh dari air asam yang
masuk dan meracuni tanaman padi. Untuk mengatasi hal ini, petani umumnya
menggunakan kapur guna mengurangi keasaman tanah dan air. Metode ini dinilai
tidak berkelanjutan karena penggunaan kapur bisa merubah sifat fisik tanah.
Selain masalah intrusi air asam, petani juga menghadapi masalah ketidak andalan
ketersediaan air karena tidak tersedia sistem irigasi. Saat ini, sumber air
irigasi hanya berasal dari aliran air pasang sungai Barito. Air akan mengalir
ke sawah hanya pada saat pasang naik. Dalam kondisi seperti ini, produktivitas
padi hanya mencapai 1.9 ton per hektar. Demikian pula, tidak sembarang varietas
padi dapat tumbuh di tipe lahan ini, hanya varietas lokal yang dapat
beradaptasi dengan kondisi ini. Sebagai upaya untuk mengatasi situasi ini
secara berkelanjutan, SPFS mengembangkan suatu sistem pengelolaan air untuk
mengelola intrusi air asam serta untuk mengelola air di lahan. Dalam hal ini,
satu bidang lahan akan dikelola sebagai satu unit hidrologis. Setiap unit
hidrologis akan dilengkapi dengan pintu pengatur air dan saluran-saluran air.
Dengan mengoperasikan pintu-pintu, air akan mengalir ke lahan pada saat pasang
naik hingga mencapai tinggi yang diharapkan. Selanjutnya, pintu air akan
ditutup untuk mempertahankan tinggi muka air khususnya pada saat air mulai
surut. Pintu-pintu air juga akan digunakan untuk mencegah intrusi air asam ke lahan
sawah. Pengalaman menunjukkan, setelah diterapkan metode ini, produktivitas
padi dapat meningkat hingga 2.7 ton per hektar.
Hasil penelitian ternyata kandungan oksigen dalam air tersebut di bawah
ambang batas. Sebagai contoh saja, kandungan udara dalam air yang ideal 6
miligram (Mg) per liter, tetapi nyatanya di sepuluh titik lokasi yang diteliti
kondisinya sudah memprihatinkan. Akibatnya banyak ikan yang tidak bisa lagi
bernapas lantaran oksigen yang kurang itu. Berkurangnya oksigen tersebut tersebut
karena begitu tingginya tingkat pencemaran di sungai, seperti pencemaran limbah
rumah tangga, limbah industri, serta limbah alam lainnya. Masyarakat
Banjarmasin terbiasa membuang sampah ke sungai, sementara 23 industri kayu dan
industri lainnya skala besar di pinggir sungai juga dinyatakan positip
mencemari air dikedua sungai tersebut.
Pencemaran limbah demikian mengakibatkan limbah itu harus diproses oleh
jasad organik dalam air. Jasad-jasad dalam air yang memproses limbah air
tersebut ternyata memerlukan oksigen cukup besar pula akhirnya jumlah oksigen
di dalam air terus berkurang. Dampak kian berkurangnya jumlah oksigen
tersebut adalah menghilangnya beberapa jenis ikan terutama ikan khas Sungai
Martapura seperti kelabau, sanggang, lampam, jelawat, dan ikan puyau.
Berdasarkan penelitian tersebut kandungan oksigen di dalam air sungai
yang diteliti seperti di Sungai Basirih kandungan udaranya mencapai 5,36 Mg/L,
air Sungai Mantuil 5,8 Ml/L, air Sungai pelambuan 5,8 Mg/L, air Sungai Kuin
Cerucuk 4,8 Mg/L, air Sungai Kayutangi 4,78,Ml/L, air Sungai Banua Anyar 4,79
Ml/L, air Sungai Bilu 5,03 Ml/L, air Sungai Baru 4,74 Ml/L, serta air Sungai
Muara Kelayan 4,79 Ml/L. Sungai-sungai kecil yang diteliti itu
merupakan anak sungai Martapura, sedangkan Sungai Martapura sendiri adalah
bagian dari Sungai Barito. Selain kandungan udara yang terus berkurang
ternyata kandungan besi juga ternyata terlalu tinggi, idealnya hanyalah 0,3
Ml/l.
Hasil penelitian kandungan besi yang ada seperti di sungai Basisih
terdapat kandungan besi 1,1 Mg/L, air Sungai Mantuil 1,91 Mg/L, air Sungai
Pelamuan 1,5 Mg/, air Sungai Suaka Insan 1,65 Mg/L, air Sungai Kuin Cerucok
2,08 Mg/L, di air Saungai Kayutangi 1,76 Mg/L, dan air Sungai banua Anyar 1,84
Mg/L. Berdasarkan
catatan lain bukan hanya kandungan besi, yang tinggi di sungai Banjamasin juga
kandungan logam berat lainnya yang kalau tidak diantisipasi berbahaya bagi
kesehatan, seperti kandungan tembaga, maupun kandungan timah hitam.
Jadi,
melihat kondisi sungai yang demikian, maka berbagai kalangan menganjurkan agar
pemerintah lebih serius menangani sungai dan membuat peraturan daerah (Perda)
tentang sungai yang memberikan sanksi berat kepada wargamaupun industri membuang limbah ke sungai.
Dengan
upaya demikian diharapkan mampu mengembalikan fungsi sungai bagi kehidupan
masyarakat Banjarmasin sekaligus memperkuat posisi kota Banjarmasin yang dijuluki dengan kota air.
B. Dampak yang bisa
ditimbulkan oleh pencemaran air terhadap kesehatan
Sepanjang sungai
semakin tidak terawat, masyarakat semakin buruk dalam memperlakukan sungai. Hal
ini menyebabkan kualitas air semakin menurun ditambah lagi terjadinya
pencemaran air. Hal tersebut mengubah wajah sungai menjadi tidak teratur, kotor
dan bahkan tidak sehat yang mempengaruhi kesehatan masyarakat yang ada disekitar
sungai.
Dampak dari
pencemaran tersebut dikhawatirkan pula mengganggu kehidupan masyarakat,
khususnya warga yang tinggal di bantaran sungai karena hampir sebagian besar
masyarakat masih mengandalkan air sungai untuk minum dan memasak. Sebagaimana
diketahui, hingga saat ini warga Banjarmasin,
terutama yang tinggal di pinggiran sungai masih sangat tergantung dengan
keberadaan sungai untuk melakukan aktifitas sehari-hari baik itu, mandi,
mencuci, memasak dan membuang air besar. Bahkan beberapa warung yang berada di
pinggir sungai, masih sering menyuci beras disungai tersebut secara langsung,
padahal di sungai itu juga warga lainnya membuang air besar. Itu dapat
menyebabkan kandungan bakteri coliform yang berasal dari tinja manusia tersebut
sangat tinggi di dalam air kedua sungai tersebut dan kandungannya jauh berada
dari ambang batas toleransi. Bila air yang tercemar
bakteri coliform tersebut dikonsumsi tanpa proses pemanasan yang sesuai maka
bisa menimbulkan penyakit diare serta infeksi pencernaan. Dan juga pengaruh
yang bisa dirasakan masyarakatBanjarmasin dengan
kandungan besi yang tinggi tersebut banyak warga yang mengalami kerusakan gigi,
tambahnya seraya menyebutkan kandungan besi itu lebih banyak karena faktor alam
yang berawa-rawa.
Contohnya
terlihat pada gambar dibawah ini :
C. Solusi dan cara
pengendalian pencemaran air di Banjarmasin
Untuk mencegah agar
tidak terjadi pencemaran air, dalam aktivitas kita dalam memenuhi kebutuhan
hidup hendaknya tidak menambah terjadinya bahan pencemar antara lain tidak
membuang sampah rumah tangga, sampah rumah sakit, sampah/limbah industri secara
sembarangan, tidak membuang ke dalam air sungai, danau ataupun ke dalam
selokan. Tidak menggunakan pupuk dan pestisida secara berlebihan, karena sisa
pupuk dan pestisida akan mencemari air di lingkungan tanah pertanian. Tidak
menggunakan deterjen fosfat, karena senyawa fosfat merupakan makanan bagi
tanaman air seperti enceng gondok yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran
air.
Pencemaran air yang
telah terjadi secara alami misalnya adanya jumlah logam-logam berat yang masuk
dan menumpuk dalam tubuh manusia, logam berat ini dapat meracuni organ tubuh
melalui pencernaan karena tubuh memakan tumbuh-tumbuhan yang mengandung logam
berat meskipun diperlukan dalam jumlah kecil. Penumpukan logam-logam berat ini
terjadi dalam tumbuh-tumbuhan karena terkontaminasi oleh limbah industri.
Untuk menanggulangi agar tidak terjadi penumpukan logam-logam berat, maka
limbah industri hendaknya dilakukan pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan.
Berdasarkan pengkajian diatas, maka dapat disimpulkan :
1) Perilaku masyarakat dan industriawan dalam membuang
limbah dan kotorannya ke sungai merupakan sumber/faktor penyebab pencemaran
lingkungan perairan sungai, sehingga sungai mengalami pendangkalan dan
penyempitan yang berakibat lebih lanjut timbulnya banjir karena daya dukung
sungai untuk menampung dan mengalirkan air hujan ke laut sudah mulai berkurang.
2) Konsepsi sungai sebagai tempat pembuangan sampah dan limbah
telah menjadi adat kebiasaan dan sistem nilai budaya masyarakat di perdesaan
maupun di perkotaan. Perilaku menyimpang ini mempunyai andil terhadap
terjadinya banjir yang setiap saat mengancam eksistensi manusia.
3) Pencemaran air sungai sangat besar pengaruhnya bagi
hajad hidup orang banyak karena berbagai kepentingan terkait di dalamnya,
antara lain untuk cuci, mandi, sumber air minum, transportasi, perikanan dan
irigasi sawah. Bahkan sungai juga dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit
listrik, olah raga dan rekreasi.
Saran
Saran yang penulis
sampaikan adalah sebagai berikut:
- Sebaiknya kita harus berhati- hati dalam menggunakan air karena air itu ada yang terpolusi dan ada yang tidak
- Jagalah air di lingkungan rumah dan sekitar agar tetap bersih dan terhindar dari pencemaran air
- Jangan membuang sampah ke sungai atau kolam, buanglah sampah pada tempatnya agar tidak terjadi pencemaran air.
DAFTAR PUSTAKA
Soemarwoto,
Otto. 1997. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangungan, Penerbit Ikrar Mandiriabadi, Jakarta.
Pu, Raditya. Waterfront City, Banjarmasin “Sebuah Upaya Inovatif Pengembalian Citra Kota” .Kepala Bappeda
Banjarmasin.
Warlina.
Pencemaran Air, rudyct.com/PPS702-ipb/08234/lina_warlina.pdf,
dikunjungi 8/11/2015
Anonim
A. 2011 http://jumianto.blogspot.com/2011/03/upaya-penanggulangan-pencemaran-air.html dikunjungi 8/11/2015.
Anonim B. (http://carapedia.com/pengertian_definisi_lingkungan_hidup_menurut_para_ahli_info951.html dikunjungi 8/11/2015.
Anonim C. 2008. Lingkungan. http://tridewi.blogspot.com/2008/05/dampak-pencemaran-air-di-lingkungan.html, dikunjungi 8/11/2015.
Anonim D. Penanggulangan Pencemaran Air, http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-lingkungan/pencemaran-,dikunjungi 8/11/2015
makasih
BalasHapus