Minggu, 14 Juni 2015

Demografi Teknik

PAPER

 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kematian Bayi

Dosen Pengampu: Dr. Rosalina Kumalawati, M.Si.

Disusun Oleh  :

SARI ANGGRIANI

A1A513093

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Faktor utama demografi yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk adalah kematian dan kelahiran. Kematian adalah hilangnya tanda-tanda kehidupan manusia secara permanen. Kematian bersifat mengurangi jumlah penduduk dan untuk menghitung besarnya angka kematian caranya hampir sama dengan perhitungan angka kelahiran. Banyaknya kematian sangat dipengaruhi oleh faktor pendukung kematian (pro mortalitas) dan faktor penghambat kematian (anti mortalitas). Kelahiran (Natalitas) Kelahiran bersifat menambah jumlah penduduk. Ada beberapa faktor yang menghambat kelahiran (anti natalitas) dan yang mendukung kelahiran (pro natalitas).

AKB (Angka Kematian Bayi) merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan yang telah dicanangkan dalam Sistem Kesehatan Nasional dan bahkan dipakai sebagai indikator sentral keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia (Bachroen, 1988). Derajat kesehatan masyarakat dapat diukur dengan berbagai indikator kesehatan, antara lain angka kematian perinatal, angka kematian bayi, dan angka kematian balita. Studi mortalitas adalah bagian dari komponen Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang mengumpulkan data kematian di masyarakat Indonesia. Melalui survei kesehatan dapat diketahui pola penyakit penyebab kematian dan besaran permasalahan di masyarakat, dan dapat menunjukkan status kesehatan masyarakat. Sampai saat ini data kematian yang terdapat pada suatu komunitas hanya diperoleh melalui survei, karena sebagian besar kematian terjadi di rumah dan sistem pencatatan dan pelaporan penyebab kematian belum teratur. Data kematian yang diperoleh dari rumah sakit, Puskesmas perawatan, serta fasilitas kesehatan lainnya hanya merupakan kasus rujukan yang tidak dapat mewakili kasus kematian di masyarakat.

            Angka harapan hidup merupakan salah satu indikator kesejahteraan rakyat. Semakin besar angka harapan hidup maka taraf hidup penduduk juga akan meningkat. Angka harapan hidup merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan program pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, sehingga sangat penting untuk dilakukan kajian lebih lanjut tentang metode apa yang tepat untuk menghasilkan angka harapan hidup (BPS Jakarta, 2005).

1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sebelumnya telah dipaparkan, maka pada paper ini penulis akan membahas 2 permasalahan tentang mortalitas yaitu: Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kematian bayi?

1.3. Tujuan Penulisan

Penulisan paper ini bertujuan untuk:  Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kematian bayi.

 

BAB II

PEMBAHASAN

Ditingkat ASEAN, angka kematian bayi di Indonesia 35 per 1000 kelahiran hidupya itu hampir 5 kali lipat dibandingkan dengan angka kematian bayi Malaysia, hampir 2 kali lipat dibandingkan dengan Thailand dan 1,3 kali dibandingkan dengan Philipina. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003, pada skala nasional juga masih terjadi kesenjangan angka kematian bayi antar propinsi dengan variasi sangat besar yaitu tertinggi di Propinsi Nusa Tenggara Barat mencapai 103 per 1000 kelahiran hidup dan terendah di Propinsi D.I Yogyakarta mencapai 23 per 1000 kelahiran hidup (Depkes, 2004), Propinsi Sumatera Barat sebesar 42  per 1000 kelahiran hidup (Dinkes Sumbar, 2005).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kematian bayi yaitu:

1.      Faktor Ibu

Kematian bayi sebagian besar dimiliki oleh ibu yang dapat dikatakan sebagai umur aman dalam kehamilan yaitu antara umur 21-34 tahun dan paritas yang cukup. Pada umur aman untuk kehamilan dengan paritas yang cukup ternyata ada suatu fenomena yang melatarbelakangi kejadian suatu penyakit yang secara tidak langsung mempengaruhi kondisi bayi, salah satunya riwayat kesehatan ibu yang lalu (misalnya alergi, hipertensi) dan riwayat keluarga (misalnya hipertensi, diabetes, riwayat keturunan kembar).

Selain itu ada faktor yang diluar kondisi ibu saat hamil yang kemungkinan bisa mempengaruhi kondisi bayi, diantaranya beban fisik, konflik keluarga, masalah ekonomi, serta kurangnya perhatian dan kasih sayang dari keluarga. Disatu sisi, banyak bayi yang lahir prematur dan bahkan BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah). Dalam penelitian ditemukan bahwa sebagian besar jarak kelahiran kurang dari 2 tahun. Dengan jarak kelahiran yang kurang dari 2 tahun, kesehatan fisik dan rahim ibu masih butuh cukup istirahat dan ada kemungkinan ibu masih menyusui. Adapun hal yang melatarbelakangi mengapa ibu hamil dengan jarak kurang dari 2 tahun, antara lain suami ingin segera mempunyai keturunan lagi dan adanya riwayat abortus. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian di Naragwal, India Utara. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kematian neonatal dan kematian bayi tertinggi terjadi ketika jarak kelahiran kurang dari 1 tahun (Istiarti, 2000).

Informasi yang berhubungan dengan perawatan kehamilan sangat dibutuhkan oleh semua ibu hamil dan keluarganya. Sebagian besar tingkat pendidikan ibu tamat SMA. Adapun fenomena yang ditemukan di lapangan berkaitan dengan tingkat pendidikan yaitu anak yang dilahirkan merupakan anak pertama yang dimiliki oleh ibu dengan usia di bawah 20 tahun sedangkan usia ideal untuk melahirkan antara 21-34 tahun. Meskipun pendidikan cukup tinggi, jika dilihat menurut usia, kemungkinan pengetahuan ibu mengenai kehamilan masih sangat rendah dan tidak cukup waktu untuk mencari pelayanan semaksimal mungkin. Sehingga ibu kurang memperhatikan kondisinya saat hamil. Hampir separuh lebih kematian bayi dialami pada masyarakat yang kurang mampu. Dengan demikian kemampuan daya beli dan konsumsi untuk ibu saat hamil kurang terpenuhi. Akan tetapi, saat pemeriksaan antenatal mayoritas memeriksakan kehamilannya pada seorang bidan puskesmas ataupun bidan desa. Karena mereka memenggunakan jam persal. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Yandrida (2005) di Kabupaten Padang Pariaman tahun 2004. Penelitian tersebut mengemukakan bahwa sebanyak 75,2% dari kematian neonatal terjadi pada keluarga miskin. Kebiasaan ibu yang menganggap bahwa kehamilan merupakan hal biasa memiliki riwayat pendidikan yang rendah serta ekonomi yang rendah. Sehingga faktor tersebut secara tidak langsung diduga dapat mempengaruhi kehamilan, proses persalinan dan pasca persalinan.

Kehamilan ganda atau hamil kembar adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kondisi ibu yang memiliki kehamilan multipel disertai riwayat kesehatan ibu yang lalu, seperti hipertensi dan riwayat keluarga, seperti riwayat keturunan kembar, dapat berisiko terhadap bayi yang dikandungnya. Didapatkan pula pada kehamilan multipel terdapat bayi lahir sungsang dan kelainan kongenital. Disamping itu berat badan satu janin kehamilan kembar rata-rata <2500 gr dan prematur. Hal-hal tersebut diduga dapat menyebabkan kematian pada bayi.

Kebutuhan nutrisi yang adekuat sangat mutlak dibutuhkan oleh ibu hamil agar dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang dikandungnya dan persiapan fisik ibu untuk menghadapi persalinan dengan aman. Temuan di masyarakat bahwa mereka lebih mementingkan selera dengan mengabaikan makanan yang dikonsumsinya, misalnya kesukaan ibu yang mengkonsumsi es teh, kesukaan mengkonsumsi makanan yang berasa asin. Sehingga asupan nutrisi untuk bayi yang dikandungnya sangat kurang dan dapat berakibat buruk terhadap bayi yang akan dilahirkannya.

Selain pola makan yang dihubungkan dengan gaya hidup masyarakat sekarang, ternyata ada beberapa gaya hidup lain yang cukup merugikan kesehatan seorang wanita hamil yaitu kebiasaan begadang. Kebiasaan begadang yang dilakukan oleh ibu dapat mengurangi waktu istirahat terhadap ibu dan bayi yang dikandungnya. Kondisi seperti ini tidak baik bagi seorang wanita hamil. Kondisi seperti itu kemungkinan bagi wanita hamil dapat melahirkan bayi yang belum cukup bulan (bayi prematur) serta dapat pula menyebabkan kematian pada bayi akibat berat lahir rendah dan diikuti oleh kondisi bayi yang kurang sehat.

Menyusui sebaiknya dilakukan setelah bayi lahir (dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir) karena daya hisap pada saat itu paling kuat untuk merangsang pengeluaran ASI selanjutnya (Kamila, 2005). Pada kasus kematian bayi hampir semua bayi tidak mendapatkan ASI. Hal tersebut diakibatkan karena ASI yang belum keluar sama sekali saat bayi sudah lahir, ASI yang diproduksi sangat lancar namun bayi tidak sempat diberi ASI, serta bayi mendapatkan campuran susu formula dari pihak rumah sakit.

Penyebab ASI yang tidak bisa keluar diduga karena bayi lahir prematur sehingga kondisi fisik maupun psikologisnya dapat mempengaruhi pengeluaran ASI, ibu sedang menderita sakit, ibu yang mengalami depresi, cemas sedang ada masalah, mulut bayi yang kecil serta kurang mendapat dukungan dari suami atau keluarganya dalam menyusui bayinya. Sehingga ASI yang diproduksinya kurang lancar atau bahkan tidak bisa keluar sama sekali.

Pola pengasuhan bayi yang meliputi pemberian ASI dan MP-ASI pada bayi, pada hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan ASI dengan tingkat pendidikan rendah ataupun tinggi hasilnya tidak jauh berbeda. Pada tingkat pendidikan ibu, baik rendah ataupun tinggi, tidak menjamin bahwa pengetahuan ibu tentang pola pengasuhan bayi sudah cukup baik. Disisi lain informasi yang diberikan petugas kesehatan seputar kehamilan, terutama mengenai ASI tidak jelas dan kurang lengkap.

2.      Faktor Bayi

Lebih dari 50% kematian bayi yang telah diidentifikasi, bayi yang meninggal adalah bayi prematur. Kematian bayi yang disebabkan karena kondisi bayi sendiri, ternyata tidak lepas dari kondisi ibu saat hamil sehingga menyebabkan bayi prematur. Mayoritas aktivitas ibu saat hamil adalah bekerja berat dan informasi yang didapat saat pelayanan antenatal tidak jelas dan kurang lengkap. Disisi lain kondisi fisik ibu yang menyertai terjadinya kematian bayi prematur karena ibu mengkonsumsi obat, kandungan lemah, kehamilan ganda, dan nutrisi yang kurang mencukupi. Karakteristik demografi ibu yang menyertainya antara lain umur ibu saat hamil, paritas dan jarak kelahiran yang memang berisiko terhadap kehamilan.

Kematian bayi yang diduga akibat kelainan kongenital, dapat terlihat bahwa ibu bayi memiliki risiko terhadap kandungannya. Diantaranya bayi lahir prematur dengan kelahiran kembar, bayi yang meninggal memiliki rahang yang sangat kecil sehingga ASI yang diberikan tidak bisa ditelan secara lancar, disamping itu bayi tersebut mendapatkan susu formula dari pihak rumah sakit. Namun hal ini belum bisa dibuktikan pasti apa penyebab dari kelainan kongenital sendiri.

Dilihat dari riwayat kesehatan ibu, saat akan melahirkan tekanan darah meningkat, serta keadaan jantung bayi mulai melemah, dan kelahiran dilakukan dengan cara seksio sesarea. Dengan demikian, kemungkinan foktor tersebut yang dapat menyebabkan bayi dengan lahir asfiksia dan menyebabkan kematian pada bayi.

3.      Pemberi Pelayanan Kesehatan

Ada kemungkinan bahwa kematian bayi yang ditolong oleh tenaga kesehatan memiliki kendala selama pemeriksaan kehamilan hingga proses persalinan, diantaranya alat medis yang kurang lengkap, jarak jauh pada saat persalinan, dan transportasi kurang/terbatas. Disamping itu terdapat faktor dari ibu maupun keluarga yang dapat mempengaruhi pemilihan penolong persalinan, semisal pengambilan keputusan yang tidak atau kurang tepat saat akan melahirkan serta faktor ekonomi dalam keluarga.

Pemeriksaan antenatal telah dilakukan oleh ibu sebanyak lebih dari 4 kali. Namun, usia kelahiran masih belum cukup bulan dan dapat menyebabkan kelahiran prematur dengan berbagai faktor yang mendorong kelahiran prematur terjadi. Adapun kelahiran maturus yang menyebabkan kematian pada bayi. Kematian bayi tersebut terjadi karena kelainan kongenital, BBLR, riwayat kehamilan yang memang berisiko misalnya hipertensi saat hamil. Jika dilihat berdasarkan frekuensinya, pemeriksaan kehamilan sudah sesuai dengan teori yang ada.

Pada setiap kali kunjungan antenatal tersebut, perlu didapatkan informasi yang sangat penting. Dilihat dari hasil penelitian bahwa ibu yang berisiko merasa tidak pernah mendapat informasi yang jelas dan lengkap seputar kehamilan. Kebanyakan ibu yang datang pertama kali ke pelayanan kesehatan hanya untuk mengecek apakah mereka positif hamil atau tidak. Setelah itu tenaga kesehatan hanya menyarankan untuk menjaga kandungannya, makan-makanan yang bergizi. Dari hasil tersebut, informasi yang diberikan masih kurang mendetail. Misalnya tenaga kesehatan memberikan contoh makanan yang bergizi bagi ibu hamil, sehingga ibu hamil tersebut mengetahui jenis makanan apa saja yang seharusnya dimakan dan tidak boleh dimakan.

Fakta lain dilapangan yaitu banyak ibu yang selalu mengiyakan apa yang dikatakan oleh tenaga kesehatan, namun sebenarnya ibu tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh tenaga kesehatan tersebut dan ibu enggan untuk bertanya kembali; apabila hasil pemeriksaan dirasa sudah cukup bagus/apa saja yang dikatakan tenaga kesehatan bahwa ibu dan anak sehat-sehat saja, maka ibu dengan segera meninggalkan pelayanan kesehatan tersebut; jika ibu tidak menanyakan atau lebih aktif bertanya seputar kehamilan, maka tenaga kesehatan tersebut tidak memberikan informasi apapun.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa meskipun pendidikan ibu hamil tamat SMA/sederajat. Namun ibu tidak cukup pengetahuan tentang kehamilan dan proses persalinan. Disamping itu tidak adanya transportasi, dan juga kurangnya ibu atau keluarga untuk mengakses informasi.

Hal tersebut dikarenakan pemeriksaan yang dilakukan hanya sebatas pemeriksaan secara umum saat hamil dan kurang memberikan informasi yang penting seputar kehamilan ibu, ibu tidak begitu menghiraukan apa kata petugas kesehatan. Memperhatikan hal tersebut di atas maka hal yang berhubungan dan kejadian kematian bayi adalah pemeriksaan kehamilan, petugas pemeriksa kehamilan, tidak diberikan ASI kepada bayi. Hal lain yang terjadi adalah faktor penyulit persalinan, penyakit yang diderita bayi, maupun perawatan bayi di rumah, kondisi ibu saat hamil. Ini terbukti menurut data yang diperoleh bahwa faktor penyebab kematian sangat beragam seperti melahirkan sungsang, kelainan sejak dalam kandungan, kondisi ibu saat hamil yang menyebabkan bayi prematur, BBLR, dan asfiksia.

Faktor sosio-ekonomi merupakan faktor penentu mortalitas bayi dan anak. Namun faktor sosio-ekonomi bersifat tidak langsung harus melalui mekanisme biologi tertentu (variabel antar) yang kemudian baru menimbulkan resiko morbiditas kemudian bayi akan sakit yang jika tidak dapat disembuhkan maka akan berujung pada kematian. Penangan terhadap masalah kematian bayi dan anak menurut adanya kerangka konseptual, tentang apa yang mengakibatkan bayi meninggal. Diman mortalitas merupakan masalah pokok pada kerangka tersebut dan hal-hal yang mempengaruhinya adalah faktor sosio-ekonomi.

Peranan infeksi neonatal masih cukup besar dalam kematian perinatal (Budayasa, 2006). Pola penyakit penyebab kematian menunjukkan bahwa proporsi penyebab kematian neonatal pada bulan pertama adalah infeksi (termasuk tetanus, sepsis, pnemonia, diare) sebesar5 7,1 %, prematur dan berat badan lahir rendah (35%), kemudian asfiksia lahir (33,6 %), dan feeding problems sebesar 14,3 % (Sarimawar, 2003). Sebagian besar kematian neonatal akibat infeksi disebabkan oleh infeksi pada tali pusat. Bayi dengan tetanus neonaturum biasanya juga menderita infeksi tali pusat, dimana penyebab utamanya adalah persalinan dan perawatan tali pusat yang tidak bersih (WHO, 1999).

Indonesia termasuk salah satu dari 12 negara dengan estimasi kasus neonatal tetanus yang tinggi. Proporsi kematian karena tetanus neonatorum hasil survei menunjukkan tertinggi diantara penyakit infeksi, yaitu 9,5%. Casefatality rate tetanus sangat tinggi (Sarimawar, 2003). Pengobatannya sulit, namun pencegahan (imunisasi TT ibu hamil) merupakan kunci untuk menurunkan kematian ini, selain persalinan bersih dan perawatan tali pusat yang tepat (WHO, 1999). Kejadian sepsisneo natorum dibeberapa rumah sakit rujukan berkisar antara 1,5% sampai 3,72% dengan angka kematian 37,09% sampai 80,0% (Monintja, 1995).

Risiko infeksi pada bayi baru lahir dapat dibagi menjadi tiga kategori: risiko prenatal, risiko nosokomial dan risiko neonatal. Faktor risiko prenatal meliputi: ketuban pecah dini (KPD) dan infeksi selama kehamilan. Faktor nosokomial yang dapat menjadi predis posisi neonatus terkena infeksi meliputi: lama rawat, prosedur invasif, ruang perawatan penuh, staf perawatan, dan prosedur cuci tangan. Faktor neonatal meliputi: berat badan lahir rendah, jenis kelamin dan kelainan kongenital (Pusponegoro, 2000).

Dari hasil studi SKRT, ibu yang menderita infeksi ketika hamil sebesar 4,6 persen. Hal ini dapat menyebabkan dampak yang besar terhadap ibu sendiri mau pun janin seperti cacat kongenital (infeksi rubella), aborsi spontan atau fetal death (infeksi sifilis), infeksi streptococcus group B, dan berat bayi lahir rendah (Sarimawar, 2003).

Bayi dengan berat badan lahir rendah memiliki risiko terinfeksi bakteri karena fungsi dan anatomi kulit yang masih imatur dan lemahnya sistem imun. Prajoga (1994) berpendapat bahwa bayi dengan BBLR kemungkinan untuk meninggal pada masa neonatal 20-30 kali dan 17 kali lebih besar sebelum usia satu tahun dari pada bayi yang dilahirkan dengan berat badan lahir normal (Yasman, 2006). Selain itu, bayi laki-laki terpapar 4x lebih sering dari bayi perempuan (Pusponegoro, 2000). Kabir (2001) di Bangladesh menemukan bahwa risiko kematian bayi perempuan (27%) lebih rendah dari pada bayi laki-laki, hal ini disebabkan oleh faktor biologis yang lebih berisiko pada bayi laki-laki.

 Angka kematian bayi (Infrant Mortality Rate) merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan tingkat kesehatan masyarakat karena dapat menggambarkan kesehatan penduduk secara umum. Angka ini sangat sensitif terhadap perubahan tingkat kesehatan dan kesejahteraan. Angka kematian bayi tersebut dapat didefenisikan sebagai kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun (BPS).

Konsep mati perlu diketahui guna untuk mendapatkan data kematian yang benar. Dengan kemajuan ilmu kedokteran, kadang-kadang sulit untuk memberikan keadaan mati dan keadaan hidup secara klinik. Menurut konsepnya, terdapat 3 keadaan vital yang masing-masing bersifat mutually exclusive, artinya keadaanyang satu tidak mungkin terjadi bersamaan dengan salah satu keadaan lainnya. Tiga keadaan vital tersebut ialah :

1.      Lahir hidup ( live birth)

Lahir hidup yaitu, peristiwa keluarnya hasil konsepsi dari rahim seorang ibu secara lengkap tanpa memandang lamanya kehamilan dan setelah perpisahan tersebut terjadi, hasil konsepsi bernafas dam mempunyai tanda-tanda kehidupan lainnya, seperti denyut jantung, denyut tali pusat, atau gerakan-gerakan otot, tanpa memandang tali pusat sudah dipotong atau belum (Utomo, Budi. 2007:84)

2.      Mati (death)

Mati adalah hilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup (Utomo, Budi. 2007:84).

3.      Mati (fetal death)

Lahir mati yaitu menghilangnya tanda-tanda kehidupan dari hasil konsepsi sebelum hasil konsepsi tersebut dikeluarkan dari rahim ibunya (Utomo, Budi. 2007:84).

Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen atau yang dikenal atau yang umum disebut dengan kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang duperoleh dari orang tuanya selama dalam kandungan (Badan Pusat Statistik). Sedangkan kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan pengaruh lingkungan sekitar (Badan Pusat Statistik).

Analisis pola penyakit penyebab kematian dilakukan terhadap 3.441 kasus kematian, yang terdiri dari kasus kematian perinatal dan kematian 8 hari ke atas. Pola penyakit penyebab kematian dibedakan menjadi dua, yaitu:

1.      Kematian umum yaitu kematian yang terjadi pada bayi yang pernah lahir hidup (0-7 hari) dan kematian umur 8 hari ke atas, sebanyak 3.322 kasus kematian.

2.      Kematian perinatal yaitu kematian janin dengan umur kehamilan 22 minggu ke atas (termasuk bayi lahir mati) sebanyak 115 kasus dan kematian bayi berumur 0-7 hari sebanyak 144 kasus.

Pola kematian umum dan perinatal dianalisis berdasarkan penyakit utama yang menyebabkan kematian (underlying cause of death) menurut kelompok umur, kawasan, tempat tinggal dan jenis kelamin. Underlying cause of death merupakan sebab terpenting dari penyebab kematian lainnya (direct dan antecedent cause), intervensi yang dilakukan akan memperpanjang harapan hidup. Penanganan kesehatan dalam hal ini mencegah terjadinya penyakit dan penyebab kematian dimasyarakat sangat beragam, tidak saja pada kelompok penyakit non-infeksi yang sudah menggeser kedudukan sebagai penyebab kematian, tetapi juga pada kelompok penyakit infeksi yang masih mengancam masyarakat di pedesaan.

Intervensi kepada kedua penyakit ini sangat berbeda, dan tampaknya pemerintah masih membutuhkan waktu yang lama untuk menjalani masa transisi serta ia harus menanggung beban ganda dalam hal mengatasi penyakit infeksi dan non infeksi. Faktor tersebut kemungkinan disebabkan belum meratanya kesejahteraan masyarakat di Indonesia serta akses dan kualitas pelayanan kesehatan yang berbeda antara masyarakat yang tinggal di perkotaan dan di pedesaan. Kesejahteraan dapat merubah pola hidup masyarakat (termasuk pola makan, kebutuhan akan perawatan kesehatan). Lama masa transisi ini pula dipengaruhi oleh situasi kestabilan negara (stabil keamanan, ekonomi). Apabila Indonesia cepat pulih dari krisis multidimensional, maka proses transisi juga berjalan lebih cepat untuk mencapai model di negara maju. Apabila situasi krisis menjadi berkepanjangan, maka bukan mustahil Indonesia akan mengalami transisi yang berkepanjangan (delayed epidemiologic transistion) atau bahkan berkembang menjadi protracted polarized model, di mana penyebab kematian terpolarisasi menjadi dua yaitu penyakit infeksi dan malnutrisi yang tetap bertahan tinggi bersama-sama dengan penyakit noninfeksi serta kecelakaan untuk waktu yang cukup lama.

BAB III

Penutup

3.1       KESIMPULAN

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kematian bayi, di antaranya disebabkan oleh ibu, bayi dan pelayanan kesehatan yang kurang baik. Pada umur aman untuk kehamilan dengan paritas yang cukup ternyata ada suatu fenomena yang melatarbelakangi kejadian suatu penyakit yang secara tidak langsung mempengaruhi kondisi bayi, salah satunya riwayat kesehatan ibu yang lalu (misalnya alergi, hipertensi, dan lain-lain) dan riwayat keluarga (misalnya hipertensi, diabetes, riwayat keturunan kembar, dan lain-lain). Selain itu ada faktor yang diluar kondisi ibu saat hamil yang kemungkinan bisa mempengaruhi kondisi bayi, diantaranya beban fisik, konflik keluarga, masalah ekonomi, serta kurangnya perhatian dan kasih sayang dari keluarga.

Kematian bayi yang disebabkan karena kondisi bayi sendiri, ternyata tidak lepas dari kondisi ibu saat hamil sehingga menyebabkan bayi prematur. Mayoritas aktivitas ibu saat hamil adalah bekerja berat dan informasi yang didapat saat pelayanan antenatal tidak jelas dan kurang lengkap. Disisi lain kondisi fisik ibu yang menyertai terjadinya kematian bayi prematur karena ibu mengkonsumsi obat, kandungan lemah, kehamilan ganda, dan nutrisi yang kurang mencukupi. Karakteristik demografi ibu yang menyertainya antara lain umur ibu saat hamil, paritas dan jarak kelahiran yang memang berisiko terhadap kehamilan.

Ada kemungkinan bahwa kematian bayi yang ditolong oleh tenaga kesehatan memiliki kendala selama pemeriksaan kehamilan hingga proses persalinan, diantaranya alat medis yang kurang lengkap, jarak jauh pada saat persalinan, dan transportasi kurang/terbatas. Disamping itu terdapat faktor dari ibu maupun keluarga yang dapat mempengaruhi pemilihan penolong persalinan, semisal pengambilan keputusan yang tidak atau kurang tepat saat akan melahirkan serta faktor ekonomi dalam keluarga.

3.2       SARAN

            Hal yang bisa disarankan penulis diantaranya, bagi ibu agar lebih mencari informasi mengenai kehamilan, agar bayi yang dilahirkan sehat dan ibunya pun sehat. Pemenuhan terhadap gizi si bayi baik masih di dalam kandungan maupun setelah dilahirkan agar tetap sehat. Selain itu sebagai orang tua harus  benar-benar siap menerima kehadiran bayi yang telah lahir.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Sulistyorini dan Soenarnatalina Melaniani, 2007. Perbandingan Metode Brass Dengan Metode Trussell Dalam Menghasilkan Angka Harapan Hidup. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan R.I.  Universitas Airlangga

Arinta Kusuma Wandira Dan Rachmah Indawati, 2012. Faktor Penyebab Kematian Bayi Di Kabupaten Sidoarjo.  Departemen Biostatistika Dan Kependudukan Fkm Unair  Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Airlangga

Iramulyasari. 2010. Faktor-Faktor Risiko Prenatal Dan Neonatal Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Talipusat Diruang Neonatus Risiko Tinggi Irna D anak Rsup Dr. M. Djamil Padang Tahun 2010 Andalas. Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Padang

Novie E. Mauliku dan Ade Nurjanah. 2009. Faktor-Faktor Pada Ibu Bersalin Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hiperbillirubin Pada Bayi Baru Lahir Di Rumah Sakit Dustira Cimahi Tahun 2009. (Jurnal Kesehatan Kartika)

Sarimawar Djaja, Agus Suwandono, Soeharsono Soemantri. Pola Penyakit Penyebab Kematian Di Perkotaandan Pedesaan Di Indonesia, Studi Mortalitas Survei Kesehatan Rumah Tangga (Skrt) 2001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar