Jumat, 12 Juni 2015

Geografi Budaya



1.             Kearifat lokal dalam budaya
Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu kekayaan budaya lokal yang mengandung kebijakan hidup, pandangan hidup (way of life) yang mengakomodasi kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup. Di Indonesia yang kita kenal sebagai Nusantara kearifan lokal itu tidak hanya berlaku secara lokal pada budaya atau etnik tertentu, tetapi dapat dikatakan bersifat lintas budaya atau lintas etnik sehingga membentuk nilai budaya yang bersifat nasional. Sebagai contoh, hampir di setiap budaya lokal di Nusantara dikenal kearifan lokal yang mengajarkan gotong royong, toleransi, etos kerja, dan seterusnya. Pada umumnya etika dan nilai moral yang terkandung dalam kearifan lokal diajarkan turun-temurun, diwariskan dari generasi ke generasi melalui sastra lisan (antara lain dalam bentuk pepatah dan peribahasa, folklore), dan manuskrip.
                Kearifan lokal (local genius/local wisdom) merupakan pengetahuan lokal yang tercipta dari hasil adaptasi suatu komunitas yang berasal dari pengalaman hidup yang dikomunikasikan dari generasi ke generasi. Kearifan lokal  dengan demikian merupakan pengetahuan lokal yang digunakan oleh masyarakat lokal untuk bertahan hidup dalam suatu lingkungannya yang menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, budaya dan diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama.
     Walaupun ada upaya pewarisan kearifan lokal dari generasi ke generasi, tidak ada jaminan bahwa kearifan lokal akan tetap kukuh menghadapi globalisasi yang menawarkan gaya hidup yang makin pragmatis dan konsumtif. Secara faktual dapat kita saksikan bagaimana kearifan lokal yang sarat kebijakan dan filosofi hidup nyaris tidak terimplementasikan dalam praktik hidup yang makin pragmatis.
2.        Budaya Batak
Budaya Batak adalah salah satu suku bangsa di Indonesia yang mendiami provinsi Sumatra Utara, tepatnya di wilayah Kangkat Hulu, Deli Hulu, Daratan Tinggi Karo, Serdang Hulu, Toba, Simalungun, Tapanuli Tengah, dan Mandailing. Suku bangsa Batak terbagi menjadi 6 jenis, yakni suku Batak Toba, suku Batak Karo, suku Batak Pakpak, suku Batak Simalungun, suku Batak Angkola, dan suku Batak Mandailing. Keenam suku Batak tersebut memiliki ciri khas budaya yang berbeda-beda. Namun pada prinsipnya akar budaya mereka sama, yakni budaya Batak.
A.    Sejarah Suku Batak
Tidak ada bukti kuat mengenai sejak kapan nenek moyang orang Batak mendiami wilayah Sumatra. Akan tetapi penelitian antropologi menunjukkan bahwa bahasa dan bukti-bukti arkeologis yang ada membuktikan hijrahnya penutur bahasa Austronesia dari Taiwan ke Indonesia dan Filipina. Ini terjadi sekitar 2.500 tahun silam. Bisa jadi mereka adalah nenek moyang suku bangsa Batak. Tidak adanya artefak zaman Neolitikum yang ditemukan di wilayah suku Batak membuat para peneliti menyimpulkan bahwa nenek moyang suku Batak baru hijrah ke Sumatra Utara pada zaman logam. Selain itu, pedagang-pedagang internasional dari India mulai mendirikan kota dagang di Sumatra Utara pada abad ke-6. Mereka berinteraksi dengan masyarakat pedalaman, yakni orang Batak dengan membeli kapur-kapur barus buatan orang Batak. Kapur barus buatan orang Batak dikenal bermutu tinggi.
B.     Konsep Religi Suku Bangsa Batak

            Di daerah Batak atau yang dikenal dengan suku bangsa Batak, terdapat beberapa agama, Islam dan Kristen (Katolik dan Protestan). Agama Islam disyiarkan sejak 1810 dan sekarang dianut oleh sebagian besar orang Batak Mandailing dan Batak Angkola. Agama Kristen Katolik dan Protestan disyiarkan ke Toba dan Simalungun oleh para zending dan misionaris dari Jerman dan Belanda sejak 1863. Sekarang ini, agama Kristen (Katolik dan Protestan) dianut oleh sebagian besar orang Batak Karo, Batak Toba, Batak Simalungun, dan Batak Pakpak.
Orang Batak sendiri secara tradisional memiliki konsepsi bahwa alam ini beserta isinya diciptakan oleh Debata Mulajadi Na Bolon (Debata Kaci-kaci dalam bahasa Batak Karo). Debata Mulajadi Na Bolon adalah Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu, yaitu Siloan Nabolon (Toba) atau Tuan Padukah ni Aji (Karo).

Menyangkut jiwa dan roh, orang Batak mengenal tiga konsep yaitu sebagai berikut.
·         Tondi, adalah jiwa atau roh seseorang yang sekaligus merupakan kekuatannya.
·         Sahala, adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang.
·         Begu, adalah tondi yang sudah meninggal.
C.  Konsep Ikatan Kerabat Patrilineal Suku Bangsa Batak
            Perkawinan pada orang Batak merupakan suatu pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki atau perempuan. Perkawinan juga mengikat kaum kerabat laki-laki dan kaum kerabat perempuan. Menurut adat lama pada orang Batak, seorang laki-laki tidak bebas dalam memilih jodoh. Perkawinan antara orang-orang rimpal, yakni perkawinan dengan anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya, dianggap ideal. Perkawinan yang dilarang adalah perkawinan satu marga dan perkawinan dengan anak perempuan dari saudara perempuan ayahnya.

            Kelompok kekerabatan orang Batak memperhitungkan hubungan keturunan secara patrilineal, dengan dasar satu ayah, satu kakek, satu nenek moyang. Perhitungan hubungan berdasarkan satu ayah sada bapa (bahasa Karo) atau saama (bahasa Toba). Kelompok kekerabatan terkecil adalah keluarga batih(keluarga inti terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak). Dalam kehidupan masyarakat Batak, ada suatu hubungan kekerabatan yang mantap. Hubungan kekerabatan itu terjadi dalam kelompok kerabat seseorang, antara kelompok kerabat tempat istrinya berasal dengan kelompok kerabat suami saudara perempuannya.

Tiap-tiap kelompok kekerabatan tersebut memiliki nama sebagai berikut.
·                Hula-hula; orang tua dari pihak istri, anak kelompok pemberi gadis.
·                Anak boru; suami dan saudara (hahaanggi) perempuan kelompok penerima gadis.
·                Dongan tubu; saudara laki-laki seayah, senenek moyang, semarga, berdasarkan patrilineal.
Marga adalah identitasnya suku Batak. Marga diletakkan sebagai nama belakang seseorang, seperti nama keluarga. Dari marga inilah kita dapat mengidentifikasi bahwa seseorang adalah benar orang Batak.

Ada lebih dari 400 marga Batak, inilah beberapa di antaranya:
·         Aritonang, Banjarnahor (Marbun), Baringbing (Tampubolon), Baruara (Tambunan), Barutu (Situmorang), Barutu (Sinaga), Butarbutar, Gultom, Harahap, Hasibuan, Hutabarat, Hutagalung, Gutapea, Lubis, Lumbantoruan (Sihombing Lumbantoruan), Marpaung, Nababan, Napitulu, Panggabean, Pohan, Siagian (Siregar), Sianipar, Sianturi, Silalahi, Simanjuntak, Simatupang, Sirait, Siregar, Sitompul, Tampubolon, Karokaro Sitepu, Peranginangin Bangun,  Ginting Manik, Sembiring Galuk, Sinaga Sidahapintu, Purba Girsang, Rangkuti, dll.

D.      Rumah Adat

Rumah adat Batak disebut juga ruma/jabo (bahasa Toba) merupakan seni pahat ular serta kerajinan. Ruma akronim Ririt di Uhum Adat yang artinya sumber hukum adat dan sumber pendidikan masyarakat batak. Ruma berbentuk panggung dengan yang terdiri atas tiang yang berupa kayu bulat, tiang yang paling bersar disebut tiang persuhi. Tiang-tiang tersebut berdiri ditiap sudut diatas batu sebagai pondasi yang disebut batu persuhi.
Bagian depan terbuat dari papan yang tebal sebagai dinding depan belang, dinding samping kanan-kiri, dinding muka-belakang penuh dengan ukiran cicak. Atapnya sebelah barat dan timur menjulang ke atas dan dipasang tanduk kerbau sebagai lambing pengharapan.

E.       Seni Tari

Tarian yang terkenal dari batak adalah tari tor-tor.
Ada beberapa jenis tari tor-tor, berikut adalah jenisnya:
a)             Pangurdot, anggota badan yang bergeraknya kaki, tumit, hingga bahu.
b)             Pengeal, anggota badan yang pinggang, tulang punggung dan bahu.
c)             Pandenggal, anggota badan yang bergerak hanya lengan, telapak tangan        hingga jari tengah.
d)            Siangkupna, anggota tubuh yang bergerak hanya leher.
e)             Hapunana, anggota tubuh yang bergerak hanya wajah.

·    Seni Kerajinan Tangan

Ulos adalah sebuah kain tenun hasil karya suku Batak yang berbentuk selendang. Ulos dikenal oleh suku Batak sejak abad ke-14, seiring masuknya alat tenun tangan dari India. Umumnya, panjang ulos mencapai 2 meter dengan lebar 70 cm. Ulos melambangkan cinta kasih seseorang terhadap sesama. Awalnya ulos berfungsi untuk menghangatkan badan (sebagai selimut atau sebagai selendang untuk menutupi tubuh dari udara dingin).

3.             Analisis SWOT tentang budaya Batak

a.       Kekuatan
1)    Semangat kerjasama  dalam melestarikan budaya daerah.
2)    Banyak kesenia yang bernilai tinggi.
3)    Banyaknya wisatawan domestik maupun Internasional yang datang untuk  menikmati wisata serta budaya yang ada pada suku Batak.
4)    Kentalnya Budaya Batak yang menimbulkan rasa gontong royong dalam meningkatkan pengembangan budaya daerah.

b.      Kelemahan
1)   Kurangnya kesadaran dalam melestarikan budaya.
2)   Kurannya partisipasi masyarakan dalam memperkenalkan budaya kedunia.
3)   Hilangnya kebiasaan-kebiasaan yang bernilai budaya, karena masyarakat kurang menyadari manfaatnya.

c.       Peluang
1)   Dengan lebih memperkenalkan budaya batak keseluruh dunia.
2)   Mengadakan festival yang diadakan rutin tiap tahun.
3)   Mengadakan berbagai acara adat Suku Batak yang menarik perhatian dunia, untuk lebih membuat para wisatawan tertarik untuk datang dan mempelajari budaya Batak.

d.      Tantangan
1)   Banyak budaya luar yang mendominasi budaya Indonesia, sehingga budaya daerah semakin memudar.
2)   Kurangnya kecintaan terhadap budaya daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar