1.
Kearifat
lokal dalam budaya
Kearifan lokal
dapat didefinisikan sebagai suatu kekayaan budaya lokal yang mengandung
kebijakan hidup, pandangan hidup (way of life) yang mengakomodasi
kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup. Di Indonesia yang kita kenal
sebagai Nusantara kearifan lokal itu tidak hanya berlaku secara lokal pada
budaya atau etnik tertentu, tetapi dapat dikatakan bersifat lintas budaya atau
lintas etnik sehingga membentuk nilai budaya yang bersifat nasional. Sebagai
contoh, hampir di setiap budaya lokal di Nusantara dikenal kearifan lokal yang
mengajarkan gotong royong, toleransi, etos kerja, dan seterusnya. Pada umumnya
etika dan nilai moral yang terkandung dalam kearifan lokal diajarkan turun-temurun,
diwariskan dari generasi ke generasi melalui sastra lisan (antara lain dalam
bentuk pepatah dan peribahasa, folklore), dan manuskrip.
Kearifan lokal (local
genius/local wisdom) merupakan pengetahuan lokal yang tercipta dari hasil
adaptasi suatu komunitas yang berasal dari pengalaman hidup yang
dikomunikasikan dari generasi ke generasi. Kearifan lokal dengan demikian
merupakan pengetahuan lokal yang digunakan oleh masyarakat lokal untuk bertahan
hidup dalam suatu lingkungannya yang menyatu dengan sistem kepercayaan, norma,
budaya dan diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka
waktu yang lama.
Walaupun ada upaya pewarisan kearifan lokal dari generasi ke generasi, tidak
ada jaminan bahwa kearifan lokal akan tetap kukuh menghadapi globalisasi yang
menawarkan gaya hidup yang makin pragmatis dan konsumtif. Secara faktual dapat
kita saksikan bagaimana kearifan lokal yang sarat kebijakan dan filosofi hidup
nyaris tidak terimplementasikan dalam praktik hidup yang makin pragmatis.
2.
Budaya Batak
Budaya Batak adalah
salah satu suku bangsa di Indonesia yang mendiami provinsi Sumatra Utara,
tepatnya di wilayah Kangkat Hulu, Deli Hulu, Daratan Tinggi Karo, Serdang Hulu,
Toba, Simalungun, Tapanuli Tengah, dan Mandailing. Suku bangsa Batak terbagi
menjadi 6 jenis, yakni suku Batak Toba, suku Batak Karo, suku Batak Pakpak,
suku Batak Simalungun, suku Batak Angkola, dan suku Batak Mandailing. Keenam
suku Batak tersebut memiliki ciri khas budaya yang berbeda-beda. Namun pada
prinsipnya akar budaya mereka sama, yakni budaya Batak.
A. Sejarah
Suku Batak
Tidak ada
bukti kuat mengenai sejak kapan nenek moyang orang Batak mendiami wilayah
Sumatra. Akan tetapi penelitian antropologi menunjukkan bahwa bahasa dan
bukti-bukti arkeologis yang ada membuktikan hijrahnya penutur bahasa
Austronesia dari Taiwan ke Indonesia dan Filipina. Ini terjadi sekitar 2.500
tahun silam. Bisa jadi mereka adalah nenek moyang suku bangsa Batak. Tidak
adanya artefak zaman Neolitikum yang ditemukan di wilayah suku Batak membuat
para peneliti menyimpulkan bahwa nenek moyang suku Batak baru hijrah ke Sumatra
Utara pada zaman logam. Selain itu, pedagang-pedagang internasional dari India
mulai mendirikan kota dagang di Sumatra Utara pada abad ke-6. Mereka
berinteraksi dengan masyarakat pedalaman, yakni orang Batak dengan membeli
kapur-kapur barus buatan orang Batak. Kapur barus buatan orang Batak dikenal
bermutu tinggi.
B.
Konsep Religi Suku Bangsa
Batak
Di daerah Batak atau yang dikenal dengan suku bangsa Batak, terdapat beberapa agama, Islam dan Kristen (Katolik dan Protestan). Agama Islam disyiarkan sejak 1810 dan sekarang dianut oleh sebagian besar orang Batak Mandailing dan Batak Angkola. Agama Kristen Katolik dan Protestan disyiarkan ke Toba dan Simalungun oleh para zending dan misionaris dari Jerman dan Belanda sejak 1863. Sekarang ini, agama Kristen (Katolik dan Protestan) dianut oleh sebagian besar orang Batak Karo, Batak Toba, Batak Simalungun, dan Batak Pakpak.
Orang Batak sendiri secara
tradisional memiliki konsepsi bahwa alam ini beserta isinya diciptakan oleh
Debata Mulajadi Na Bolon (Debata Kaci-kaci dalam bahasa Batak Karo). Debata
Mulajadi Na Bolon adalah Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki kekuasaan di atas
langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu, yaitu Siloan
Nabolon (Toba) atau Tuan Padukah ni Aji (Karo).
Menyangkut jiwa dan roh, orang Batak mengenal tiga konsep yaitu sebagai berikut.
·
Tondi, adalah jiwa atau roh seseorang yang
sekaligus merupakan kekuatannya.
·
Sahala, adalah jiwa atau roh kekuatan yang
dimiliki seseorang.
·
Begu, adalah tondi yang sudah meninggal.
C. Konsep Ikatan Kerabat Patrilineal Suku Bangsa
Batak
Perkawinan pada orang Batak merupakan
suatu pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki atau perempuan.
Perkawinan juga mengikat kaum kerabat laki-laki dan kaum kerabat perempuan. Menurut
adat lama pada orang Batak, seorang laki-laki tidak bebas dalam memilih jodoh.
Perkawinan antara orang-orang rimpal, yakni perkawinan dengan anak perempuan
dari saudara laki-laki ibunya, dianggap ideal. Perkawinan yang dilarang adalah
perkawinan satu marga dan perkawinan dengan anak perempuan dari saudara
perempuan ayahnya.
Kelompok kekerabatan orang Batak memperhitungkan hubungan keturunan secara patrilineal, dengan dasar satu ayah, satu kakek, satu nenek moyang. Perhitungan hubungan berdasarkan satu ayah sada bapa (bahasa Karo) atau saama (bahasa Toba). Kelompok kekerabatan terkecil adalah keluarga batih(keluarga inti terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak). Dalam kehidupan masyarakat Batak, ada suatu hubungan kekerabatan yang mantap. Hubungan kekerabatan itu terjadi dalam kelompok kerabat seseorang, antara kelompok kerabat tempat istrinya berasal dengan kelompok kerabat suami saudara perempuannya.
Tiap-tiap kelompok kekerabatan tersebut memiliki nama sebagai berikut.
Kelompok kekerabatan orang Batak memperhitungkan hubungan keturunan secara patrilineal, dengan dasar satu ayah, satu kakek, satu nenek moyang. Perhitungan hubungan berdasarkan satu ayah sada bapa (bahasa Karo) atau saama (bahasa Toba). Kelompok kekerabatan terkecil adalah keluarga batih(keluarga inti terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak). Dalam kehidupan masyarakat Batak, ada suatu hubungan kekerabatan yang mantap. Hubungan kekerabatan itu terjadi dalam kelompok kerabat seseorang, antara kelompok kerabat tempat istrinya berasal dengan kelompok kerabat suami saudara perempuannya.
Tiap-tiap kelompok kekerabatan tersebut memiliki nama sebagai berikut.
·
Hula-hula; orang tua dari pihak istri, anak
kelompok pemberi gadis.
·
Anak boru; suami dan saudara (hahaanggi)
perempuan kelompok penerima gadis.
·
Dongan tubu; saudara laki-laki seayah, senenek
moyang, semarga, berdasarkan patrilineal.
Marga adalah identitasnya suku
Batak. Marga diletakkan sebagai nama belakang seseorang, seperti nama keluarga.
Dari marga inilah kita dapat mengidentifikasi bahwa seseorang adalah benar
orang Batak.
Ada lebih dari 400 marga Batak, inilah beberapa di antaranya:
·
Aritonang, Banjarnahor (Marbun), Baringbing
(Tampubolon), Baruara (Tambunan), Barutu (Situmorang), Barutu (Sinaga),
Butarbutar, Gultom, Harahap, Hasibuan, Hutabarat, Hutagalung, Gutapea, Lubis,
Lumbantoruan (Sihombing Lumbantoruan), Marpaung, Nababan, Napitulu,
Panggabean, Pohan, Siagian (Siregar), Sianipar, Sianturi, Silalahi, Simanjuntak,
Simatupang, Sirait, Siregar, Sitompul, Tampubolon, Karokaro Sitepu,
Peranginangin Bangun, Ginting Manik, Sembiring Galuk, Sinaga Sidahapintu,
Purba Girsang, Rangkuti, dll.
D. Rumah
Adat
Rumah
adat Batak disebut juga ruma/jabo (bahasa Toba) merupakan seni pahat ular serta
kerajinan. Ruma akronim Ririt di Uhum Adat yang artinya sumber hukum adat dan
sumber pendidikan masyarakat batak. Ruma berbentuk panggung dengan yang terdiri
atas tiang yang berupa kayu bulat, tiang yang paling bersar disebut tiang
persuhi. Tiang-tiang tersebut berdiri ditiap sudut diatas batu sebagai pondasi
yang disebut batu persuhi.
Bagian
depan terbuat dari papan yang tebal sebagai dinding depan belang, dinding
samping kanan-kiri, dinding muka-belakang penuh dengan ukiran cicak. Atapnya
sebelah barat dan timur menjulang ke atas dan dipasang tanduk kerbau sebagai
lambing pengharapan.
E. Seni
Tari
Tarian yang
terkenal dari batak adalah tari tor-tor.
Ada beberapa jenis tari tor-tor,
berikut adalah jenisnya:
a)
Pangurdot, anggota badan yang
bergeraknya kaki, tumit, hingga bahu.
b)
Pengeal, anggota badan yang pinggang,
tulang punggung dan bahu.
c)
Pandenggal, anggota badan yang bergerak
hanya lengan, telapak tangan hingga
jari tengah.
d)
Siangkupna, anggota tubuh yang bergerak
hanya leher.
e)
Hapunana, anggota tubuh yang bergerak
hanya wajah.
·
Seni Kerajinan Tangan
Ulos adalah
sebuah kain tenun hasil karya suku Batak yang berbentuk selendang. Ulos dikenal
oleh suku Batak sejak abad ke-14, seiring masuknya alat tenun tangan dari
India. Umumnya, panjang ulos mencapai 2 meter dengan lebar 70 cm. Ulos
melambangkan cinta kasih seseorang terhadap sesama. Awalnya ulos berfungsi
untuk menghangatkan badan (sebagai selimut atau sebagai selendang untuk
menutupi tubuh dari udara dingin).
3.
Analisis
SWOT tentang budaya Batak
a. Kekuatan
1) Semangat
kerjasama dalam melestarikan budaya daerah.
2) Banyak
kesenia yang bernilai tinggi.
3) Banyaknya
wisatawan domestik maupun Internasional yang datang untuk menikmati wisata serta budaya yang ada pada
suku Batak.
4) Kentalnya
Budaya Batak yang menimbulkan rasa gontong royong dalam meningkatkan pengembangan
budaya daerah.
b. Kelemahan
1) Kurangnya
kesadaran dalam melestarikan budaya.
2) Kurannya
partisipasi masyarakan dalam memperkenalkan budaya kedunia.
3) Hilangnya
kebiasaan-kebiasaan yang bernilai budaya, karena masyarakat kurang menyadari
manfaatnya.
c. Peluang
1) Dengan
lebih memperkenalkan budaya batak keseluruh dunia.
2) Mengadakan
festival yang diadakan rutin tiap tahun.
3) Mengadakan
berbagai acara adat Suku Batak yang menarik perhatian dunia, untuk lebih
membuat para wisatawan tertarik untuk datang dan mempelajari budaya Batak.
d. Tantangan
1) Banyak
budaya luar yang mendominasi budaya Indonesia, sehingga budaya daerah semakin
memudar.
2) Kurangnya
kecintaan terhadap budaya daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar