A.
Pengertian dan Tipe Limpasan
Permukaan
Limpasan permukaan adalah aliran air yang
mengalir di atas permukaan karena penuhnya kapasitas infiltrasi
tanah. Limpasan ini terjadi apabila intensitas
hujan yang jatuh di suatu DAS melebihi kapasitas infiltrasi, setelah laju
infiltrasi terpenuhi maka air akan mengisi cekungan-cekungan pada permukaan
tanah. Setelah cekungan-cekungan tersebut penuh, selanjutnya air akan mengalir
(melimpas) diatas permukaan tanah.
Secara alamiah sebagian air hujan
yang jatuh ke permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah dan selebihnya akan
mengalir menjadi limpasan permukaan. Kondisi daerah di tempat hujan itu turun
akan sangat berpengaruh terhadap bagian dari air hujan yang akan meresap ke
dalam tanah dan akan membentuk limpasan permukaan.
Hujan
yang sampai ke permukaan tanah akan ditransformasikan sebagiannya menjadi
limpasan setelah tanah menjadi jenuh dan laju perkolasi lebih rendah dari
intensitas hujan. Kejadian aliran air sangat ditentukan oleh transformasi hujan
dari langit kemudian sebagian mengalami abstraksi dan ditersepsi oleh tanaman
penutup. Hujan yang sampai di tanah mengalami infiltrasi dan menjadi jenuh.setelah
itu terjadilah aliran permukaan. Proses tranformasi ini sering disebut model
transformasi hujan aliran atau dalam bentuk transformasi hydrograf hujan
menjadi hidrograf aliran.
Aliran air yang terjadi di permukaan tanah setelah jenuhnya tanah lapisan
permukaan disebut runoff. Air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan menjadi
aliran permukaan (run off) setelah tanah di lapisan permukaan jenuh oleh air
hujan dan proses hujan memiliki intensitas lebih besar dari laju perkolasi.
Aliran permukaan kemudian saling bertemu pada jaringan pengaliran yang kecil
sebagai anak-anakan sungai. Aliran tersebut terus berkumpul dan selanjutnya
akan bertemu di sungai sebagai aliran air yang lebih besar dimana aliran
permukaan berpadu dengan aliran bawah permukaan (interflow) dan aliran dasar
(base flow).
Sungai sebagai suatu sistem
yang terdiri dari beberapa anak sungai yang tergabung ke dalam sungai induk
pada suatu daerah aliran. Jadi daerah aliran suatu sungai yang sering disebut
DAS merupakan suatu wilayah ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografi dan
berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan dan penyalur air beserta sedimen dan
unsur hara lainnya. Melalui sistem
sungai yang mempunyai outlet tunggal, system aliran pada DAS terbagi ke dalam
daerah aliran hulu, daerah aliran tengah, daerah aliran hilir. Di masing-masing
daerah aliran ini terjadi proses geomorfik yang berbeda. Misalnya di bagian
daerah aliran hulu biasanya terjadi erosi vertikal, bagian daerah tengah terjadi erosi
vertikal dan lateral
kira-kira sama kuat, dan di daerah
aliran hilir terjadi proses erosi lateral. Kegiatan aliran air sungai biasanya
adalah mengambil (mengerosi/ mengikir), mengangkut, dan mengendapkan, sehingga
suatu lembah sungai sangat tidak tetap dalam arti selalu mengalami
perubahan-perubahan tersebut dapat tejadi pada panjang, lebar atau dalamnya
lembah.
Air sungai dalam perjalannanya dari
hulu ke hilir melakukan kegiatan mengikis, mengambil bahan lepas, mengangkut
dan mengendapkan.Suatu lembah penampangnya tidak tetap dan sifatnya dinamik
(mengalami perubahan-perubahan). Perubahan ini di sebabkan karena erosi, erosi
tersebut bisa
berupa erosi mudik (menyebabkan
lembah panjang kearah hulu),
erosi lateral (menyebabkan pelebaran lembah), dan erosi vertikal (menyebabkan
pendalaman lembah). Lembah dapat
bertambah panjang akibat terjadi erosi lateral pada daerah-daerah aliran sungai
pada stadium tua. Terbentuknya meander menyebabkan bertambah panjangnya lembah.
Meander merupakan aliran merupakan aliran sungai yang berliku-liku sebagai
akibat dari erosi lateral, sehingg dengn berliku-likunya aliran sungai lembah
sungai pun bertambah panjang.
Perubahan muka air laut dimana
sungai tersebut bermuara. Penurunan muka air laut ini dapat disebabkan karena
terjadi pengangkatan dasar laut atau penurunan dasar laut. Terjadinya
penurunan dan pendangkalan dasar laut menyebabkan aliran sungai bertambah
panjang kearah laut, muara bergeser kearah laut dan garis pantai bertambah
lebar.
Kalau hujan berlangsung terus, air
hujan yang mencapai permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi)
sampai mencapai suatu taraf dimana intensitas hujan melebihi kapasitas
infiltrasi tanah. Setelah itu, celah-celah dan cekungan di permukaan tanah,
parit-parit, dan cekungan lainnya (simpanan permukaan) semua dipenuhi air, dan
setelah itu barulah terjadi runoff.
Kapasitas infiltrasi tanah
tergantung pada tekstur dan struktur tanah, dan dipengaruhi pula oleh kondisi
lengas tanah sebelum hujan. Kapasitas awal (tanah yang kering) biasanya tinggi,
tetapi kalau hujan turun terus, kapasitas ini menurun hingga mencapai nilai
keseimbangan yang disebut sebagai laju infiltrasi akhir.
Aliran
antara (interflow) adalah aliran dalam arah lateral yang terjadi di bawah
permukaan tanah. Aliran antara terdiri dari gerakan air dan lengas tanah secara
lateral menuju elevasi yang lebih rendah. Aliran air tanah adalah aliran yang
terjadi di bawah permukaan air tanah ke elevasi yang lebih rendah yang akhirnya
menuju sungai atau langsung ke laut. Dalam analisis hidrologi aliran permukaan
dan aliran antara dapat dikelompokkan menjadi satu yang disebut aliran
langsung,sedangkan aliran tanah disebut aliran tak langsung.
Aliran
Permukaan (surface flow) adalah bagian dari air hujan yang mengalir dalam
bentuk lapisan tipis di atas permukaan tanah. Aliran permukaan disebut juga
aliran langsung (direct runoff). Aliran permukaan dapat terkonsentrasi menuju
sungai dalam waktu singkat,sehingga aliran permukaan merupakan penyebab utama
terjadinya banjir.
Banjir
merupakan bencana yang dapat mengurangi kualitas tanah untuk pertumbuhan tanaman.
Perubahan penggunaan lahan dari daerah pertanian/perkebunan (tegalan)/hutan
menjadi daerah pemukiman berpotensi menyebabkan banjir karena proses infiltrasi
alami berkurang. Pengaruh hujan memberikan peluang untuk menjadi aliran
permukaan sehingga air akan mengalir bergerak kearah yang lebih rendah menuju
sungai menjadi aliran sungai. Air hujan yang jatuh ke bumi, sebagian menguap
kembali menjadi air di udara, sebagian masuk ke dalam tanah, sebagian lagi
mengalir di permukaan. Aliran air di permukaan ini kemudian akan berkumpul
mengalir ke tempat yang lebih rendah dan membentuk sungai yang kemudian
mengalir ke laut suatu
keadaan debit air sungai melebihi aliran dasar akibat dari hujan yang jatuh di
atas vegetasi/tanaman, bebatuan, permukaan air, permukaan tanah, dan saluran
sungai yang membentuk limpasan air.
Sungai
merupakan sumber air utama bagi masyarakat yang berada di daerah berilkim monsun. Kondisi pengaliran
air di sungai sangat ditentukan oleh jenis tanah yang menjadi daerah pengaliran
sungai. Aliran air sungai sering kali berubah berdasarkan jenis tanah dan
batuan penyusun daerah pengaliran sungai. Sungai yang berada di daerah aluvial
dan endapan memiliki kecenderungan untuk berubah arah ketika energi yang
dimiliki aliran sungai meningkat. Energi aliran (kinetik) ini menyebabkan
penerobosan tanah oleh air dan membentuk aliran baru seperti yang terjadi di
beberapa sungai di Sulawesi misalnya Sungai Larian di Provinsi Sul-Bar dan
Sungai Rongkong di Provinsi Sul-Sel. Perubahan
aliran sungai kerap kali dianalogikan dengan umur sungai. Sungai muda cenderung
berubah arah dalam periode waktu tertentu, sementara sungai tua cenderung tetap
pada aliran yang ada.
Gerakan
air dan angin di permukaan lahan dapat membentuk pola aliran secara alamiah
mengikuti arah gerakan air sedara gravitasional. Meskipun demikian ada beberapa
hal yang merupakan faktor yang
mempengaruhi pembentukan pola aliran termasuk slope atau kemiringan lahan,
sifat tanah dan batuan dasar penyusun DAS, dan sejarah gerakan hidraulika
aktivitas batuab beku, dan transport sedimen. Tipe pola aliran yang paling umum
adalah dendritik. Pola ini dicirikan oleh banyaknya aliran-aliran kecil yang
berhubungan dari orde rendah ke orde yang tinggi. Pola Trellis dicirikan oleh
aliran utama yang panjang yang dialiri oleh sejumlah anakan-anakan sungai
pendek. Pola tipe Radial banyak ditemukan di daerah pegunungan dengan tanah dan
batuan yang umumnya masih berkembang. Hal ini sering menimbulkan aliran yang
terpisah-pisah menuruni pegunungan dan sangat jarang ditemukan alira yang lurus
kecuali pada daarah curam dengan material dasar yang homogen. Pola Braided
dicirikan oleh sejumlah percabangan sungai dan saluran air bada wilayah
bantaran sungai. Aliran Braided umumnya membawa banyak sedimen, namun sering
memiliki debit air yang kecil diistilahkan dengan incipient forms of
meandering) dimana kenyataan bahwa kelokan sungai terrbentuk oleh sedimen dan
pengaruh kecepatan aliran air yng memasukinya.
B. Klasifikasi Limpasan Permukaan
Limpasan
yang muncul di permukaan sebelum mencapai saluran disebut sumber tidak langsung.
Ketika limpasan mengalir di tanah, limpasan tersebut dapat mengambil kontaminan tanah
seperti minyak bumi, pestisida,
atau pupuk.
Bila sumber tidak langsung mengandung kontaminan semacam itu, limpasan tersebut
disebut polusi sumber tidak langsung.
Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan permukaan dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu elemen meteorologi dan elemen sifat fisik daerah pengaliran
(Sosrodarsono & Takeda, 1978:135). Elemen meteorologi meliputi jenis
presipitasi, intensitas hujan, durasi hujan, dan distribusi hujan dalam daerah pengaliran,
sedangkan elemen sifat fisik daerah pengaliran meliputi tata guna lahan (land
use), jenis tanah, dan kondisi topografi daerah pengaliran (catchment). Elemen
sifat fisik dapat dikategorikan sebagai aspek statis sedangkan elemen
meteorologi merupakan aspek dinamis yang dapat berubah terhadap waktu.
Kegiatan-kegiatan
aliran air sungai tergantung pada beberapa faktor (Lobeck, 1939: 158) adalah sebagai
berikut :
a.
Curah hujan yang
tinggi, hujan yang efektif (tinggi) tidak saja menyebabkan aliran yang kuat,
tetapi juga bertambah banyaknya jumlah aliran sungai yang permanen. Sebagai
contoh, sungai-sungai dibagian timur Amerika Serikat lebih banyak jika
dibandingkan dengan di bagian barat.
b. Tanah-tanah
ponus yang dalam dan banyaknya tumbuhan yang tumbuh cenderung menyerap air
hujan dan mengurangi aliran permukaan (run-off) . Seperti pada daerah-daerah
tinggi yang luas dipantai selatan Alabama dan Missisipi, walaupun curah hujan
tinggi tetapi sungai tidak banyak jumlahnya.
c. Daerah
yang terdiri dari batu gamping serta aliran bawah permukaan (bawah tanah) tidak
menyebabkan terdapatnya aliran permukaan. Misalnya didaerah Karst Dalmatia
tidak mempunyai banyak sungai, walaupun curah hujannya paling lebat didaerah
Eropa.
d. Daerah
arid dengan vegetasi yang kurang menentukan aliran sungai, baik volume, jumlah
air , maupun keadan permanen aliran yang minimum.
e. Tanah-tanah
liat yang kedap air sungai glacial, menambah aliran air permukaan yang
mengurangi jumlah aliran bawah tanah, sehingga mempercepat pengerjaan erosi.
Aliran
air pada sebuah sungai pada umumnya mengalir tidak tetap, mengikuti muatan
sedimen unsure-unsur lain yang larut didalam air. Oleh karena itu, sungai
mempunyai ciri yang tersendiri dan berbeda dengan massa air lain seperti
danau, laut, dan sebagainya. Adapun ciri tersebut adalah sebagai berikut
seperti yang dikemukakan oleh Sudarja dan Akub (1977: 38) antara lain adalah
sebagai berikut :
a. Pengalirannya
tidak tetap, kadang kala alirannya deras dan ada kalanya lambat, menghilang ke
bawah permukaan dan sebagainya.
b. Mengangkut
material, dari mulai Lumpur yang halus, pasir, kerikil sampai pada material
batuan yang lebih besar yang tergantung besar alirannya.
c. Mengalir
mengikuti saluran tertentu yang pada sisi kanan kirinya dibatasi oleh tebing
yang bias curam berupa lembah-lembah dari lembah dangkal sampai pada
lembah-lembah yang dalam.
C.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volume Limpasan Permukaan
Terlepas dari karakteristik hujan, seperti intensitas hujan,
lama hujan dan distribusi hujan, ada beberapa faktor khusus lokasional (daerah
tangkapan air) yang berhubungan langsung dengan kejadian dan volume runoff.
1. Tipe Tanah
Kapasitas infiltrasi suatu tanah dipengaruhi oleh porositas
tanah, yang menentukan kapasitas simpanan air dan mempengaruhi resistensi air
untuk mengalir ke lapisan tanah yang lebih dalam.
Porositas suatu tanah berbeda dengan tanah lainnya.
Kapasitas infiltrasdi tertinggi dijumpai pada tanah-tanah yang gembur, tekstur
berpasir; sedangkan tanah-tanah liat dan berliat biasanya mempunyai kapasitas
infiltrasi lebih rendah. Bagan-bagan
berikut menyajikan beragam kapasitas infiltrasi yang diukur pada berbagai tipe
tanah.
Kapasitas infiltrasi juga tergantung
pada kadar lengas tanah pada akhir periode hujan sebelumnya. Kapasitas
infiltrasi aweal yang tinggi dapat menurun dengan waktu (asalkan hujan tidak
berhenti) hingga mencapai suatu nilai konstan pada saat profil tanah telah
jenuh air.
Kondisi seperti ini hanya berlaku kalau kondisi permukaan
tanah tetap utuh tidak mengalami gangguan. Telah diketahui
bahwa rataan ukuran tetesan air hujan meningkat dengan meningkatnya intensitas
hujan. Dalam suatu intensitas hujan yang tinggi, energi kinetik tetesan air
hujan sangat besar pada saat memukul permukaan tanah. Hal ini dapat
menghancurkan agregat tanah dan dispersi tanah, dan mendorong partikel-partikel
halus tanah memasuki pori tanah. Pori tanah dapat tersumbat dan terbentuklah
lapisan tipis yang padat dan kompak di permukaan tanah sehingga mereduksi kapasitas
infiltrasi.
Fenomena seperti ini lazim disebut
sebagai “capping, crusting atau sealing”. Hal ini dapat menjelaskan mengapa di daerah-daerah
arid dan semi-arid yang mempunyai pola hujan dengan intensitas tinggi dan
frekuensi tinggi, volume rinoff sangat besar meskipun hujannya sebentar dan
kedalaman hujan relatif kecil.
Tanah-tanah dengan kandungan liat
tinggi (misalnya tanah-tanah abu volkan dengan kandungan liat 20% ) sangat peka
untuk membentuk kerak-permukaan dan selanjutnya kapasitas infiltrasi menjadi
menurun. Pada tanah-tanah berpasir, fenomena kerak-permukaan ini relatif kecil.
2.
Vegetasi
Besarnya simpanan intersepsi pada tajuk
vegetasi tergantung pada macam vegetasi dan fase pertumbuhannya. Nilai-nilai
intersepsi yang lazim adalah 1 - 4 mm. Misalnya tanaman serealia, mempunyai
kapasitas simpanan intersepsi lebih kecil dibandingkan dengan rumput penutup
tanah yang rapat. Hal yang lebih penting adalah efek vegetasi terhapad
kapasitas infiltrasi tanah. Vegetasi
yang rapat menutupi tanah dari tetesan air hujan dan mereduksi efek
kerak-permukaan. Selain itu, perakaran
tanaman dan bahan organik dalam tanah dapat meningkatkan porositas tanah
sehingga memungkinkan lebih banyak air meresap ke dalam tanah. Vegetasi juga
menghambat aliran air permukaan terutama pada lereng yang landai, sehingga air
mempunyai kesempatan lebih banyak untuk meresap dalam tanah atau menguap.
3.
Kemiringan dan Ukuran
Daerah Tangkapan
Pengamatan pada petak-petak ukur runoff
menunjukkan bahwa petak-petak pada lereng
yang curam menghasilkan runoff lebih banyak dibanding dengan petak-petak pada
lereng yang landai. Selain itu, jumlah runoff menurun dengan meningkatnya
panjang lereng. Hal seperti ini terjadi karena aliran air permukaan lebih
lambat dan waktu konsentrasinya lebih panjang (yaitu waktu yang diperlukan oleh
tetes air hujan untuk mencapai outlet daerah tangkapan air). Hal ini berarti
bahwa air mempunyai lebih banyak kesempatan untuk infiltration dan evaporasi
sebelum ia mencapai titik pengukuran di outlet. Hal yang sama juga berlaku
kalau kita membandingkan daerah-daerah tangkapan yang ukurannya berbeda.
Efisiensi runoff (volume runoff per
luasan area) meningkat dengan menurunnya ukuran daerah-tangkapan air, yaitu
semakin besar ukuran daerah-tangkapan berarti semakin besar (lama) waktu
konsentrasi air dan semakin kecil efisiensi runoff.
Akan tetapi harus diingat bahwa diagram pada gambar di atas
dibuat dari kasus khusus di daerah “Negev desert” dan tidak berlaku umum di
daerah-daerah lainnya. Diagram ini menyajikan pola kecenderungan umum hubungan
runoff dan ukuran daerah tangkapan.
D. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Agihan Waktu Limpasan Permukaan
Faktor-faktor yang mempengaruhi agihan waktu limpasan terbagi
menjadi 3 faktor, yaitu:
1. Faktor
meteorologi yang terdiri dari tipe intensitas, lama dan agihan presipitasi,
suhu, kelembaban, radiasi matahari, kecepatan angin, dan tekanan udara.
2. Faktor
DAS yang berupa bentuk DAS, kemiringan DAS, geologi, tipe tanah, vegetasi dan
jaringan drainase.
3. Faktor
manusia (Seyhan, 1977). Faktor-faktor tersebut
langsung atau tidak langsung akan berhubungan dengan aliran air di sungai yang
berada dalam DAS tersebut.
E.
Pengukuran Limpasan
Menghitung
limpasan permukaan (run off) pada suatu areal lahan penting untuk maksud perencanaan
penggunaan lahan. Dari perhitungan pendugaan runoff itu dapat dibuat
perencanaan untuk berbagai hal, salah satunya adalah upaya apa yang dapat
dilakukan dalam rangka mengendalikan runoff dan erosi tanah. Selain itu, para
perencana dapat merencanakan pembuatan waduk, palung atau hanya cekdam atau
embung dalam rangka melakukan konservasi air. Dengan demikian, perencanaan yang
holistik dapat dibuat, dalam rangka membangun ramah lingkungan.
Dengan menggunakan rumus Rasional,
pendugaan debit air limpasan dapat dilakukan dengan mudah. Debit air limpasan
adalah volume air hujan per satuan waktu yang tidak mengalami infiltrasi
sehingga harus dialirkan melalui saluran drainase. Debit air limpasan terdiri
dari tiga komponen yaitu Koefisien Run Off ( C ), Data Intensitas
Curah Hujan (I), dan Catchment Area (Aca).
Koefisien yang digunakan untuk
menunjukkan berapa bagian dari air hujan yang harus dialirkan melalui saluran
drainase karena tidak mengalami penyerapan ke dalam tanah (infiltrasi).
Koefisien ini berkisar antara 0-1 yang disesuaikan dengan kepadatan penduduk di
daerah tersebut. Semakin padat penduduknya maka koefisien Run-Offnya
akan semakin besar sehingga debit air yang harus dialirkan oleh saluran
drainase tersebut akan semakin besar pula.
Current meter adalah alat untuk mengukur
kecepatan aliran (kecepatan arus) air sungai atau aliran air lainnya. Ada dua
tipe current meter yaitu tipe baling-baling (propeller type) dan tipe canting
(cup type). Penggunaan alat tersebut dilakukan dengan tongkat berskala atau
dengan menggunakan perahu. Bila menggunakan tongkat, ujung tongkat dipasang
pada bagian alat yang telah tersedia lalu dimasukkan ke dalam air. Dan bila
menggunakan perahu, alat dimasukkan ke dalam air dengan menggunakan tali
berskala yang ujungnya diikatkan pada bagian alat pemberat yang tersedia. Skala
pada tali atau tongkat ini berfungsi untuk menunjukkan kedalaman pengukuran
yang dikehendaki.
1.
Pengukuran Tinggi Air
Limpasan Permukaan
Limpasan
air dalam daerah aliran sungai (DAS) nampak dalam bentuk sistem yang sangat
kompleks, terjadi setelah air hujan mengalami perjalanan melalui beberapa tahap
mulai dari penimbunan dan pemindahan sampai masuk ke dalam saluran. Kekomplekan
ini semakin bertambah sejalan dengan faktor variabel dalam DAS. Limpasan air
dari suatu daerah aliran sungai (DAS) yang besar biasanya dimonitor dengan alat
AWLR (Automatic Water Level Recorder). Alat ini mengukur tinggi muka air sungai
secara terus menerus. Hasil pengukurannya berupa grafik hubungan antara tinggi
muka air dengan waktu atau sering disebut hidrograf. Data debit merupakan salah
satu data hidrologi yang sangat penting yang digunakan dalam perencanaan dan
perancangan bangunan-bangunan keairan. Untuk mendapatkan data debit dapat
diperoleh dengan berbagai cara, salah satunya dengan alat ukur AWLR (Automatic
Water Level Recorder), hasil berupa output data berupa debit air.
Untuk dapat mengukur besarnya debit
sungai maka pada saat tertentu (biasanya pada saat musim hujan dan kemarau)
dilakukan pengukuran debit sungai. Hubungan antara debit dan tinggi muka air
dapat dihitung dengan menggunakan stage hydrograph curve. Hidrograf adalah
suatu diagram yang menggambarkan variasi debit sungai atau tinggi muka air
menurut waktu Hidrograf menunjukkan tanggapan menyeluruh DAS terhadap masukan
tertentu. Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS yang bersangkutan, hidrograf
aliran selalu berubah sesuai dengan besaran dan waktu terjadinya masukan.
Bentuk hidrograf banjir sangat dipengaruhi oleh bentuk DAS. Jika bentuk DAS
membesar di tengah maka bentuk hidrografnya adalah debit puncak berlangsung
dalam waktu yang cepat. Jika berbentuk membesar di hulu maka debit puncak akan
dicapai dalam waktu yang relatif lama, sedangkan jika berbentuk mengecil
ditengah dan membesar dibagian hulu dan hilir maka bentuk hidrografnya
mempunyai puncak dua buah. Jika DAS mempunyai bentuk panjang maka bentuk
hidrografnya relatif simetris.
2.
Pengukuran
Kecepatan Aliran Limpasan Permukaan
Menurut Sosrodarsono
dan Tekeda (1993), dari cara-cara pengukuran debit di atas cara menghitung
debit dengan pengukuran kecepatan dan luas penampang melintang yang paling
sering digunakan adalah metode pelampung. Cara tersebut dapat dengan mudah
digunakan meskipun aliran permukaan tinggi. Cara ini sering digunakan karena
tidak dipengaruhi oleh kotoran atau kayu-kayuan yang hanyut dan mudah
dilaksanakan. Pelampung tangkai merupakan satu contoh pelampung yang digunakan
untuk mengukur kecepatan aliran. Dimana pelampung tangkai terbuat dari
setangkai kayu atau bambu yang diberi pemberat pada ujung bawahnya.
Pelampung jenis ini
memiliki tingkat ketilitian yang lebih tinggi dibanding pelampung jenis lain
yang tidak memiliki pemberat. Akan tetapi kedalaman pelampung tidak boleh
mencapai dasar sungai sehingga tangkai tidak dipengaruhi oleh bagian kecepatan
yang lambat pada lapisan bawah. Jadi hasil yang didapat adalah lebih tinggi
dari kecepatan rata-rata sehingga pelampung harus disesuaikan dengan sesuatu
koefisien.
3.
Metode
Perhitungan Debit Limpasan Permukaan
Perhitungan debit banjir dengan metode
rasional memerlukan data intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan adalah
ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air
tersebut terkonsentrasi (Loebis 1992).Intensitas curah hujan dinotasikan dengan
huruf I dengan satuan mm/jam. Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan.
Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek
dan meliputi daerah yang tidak sangat luas.Hujan yang meliputi daerah luas,
jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi
cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujanyang tinggi dengan durasi panjang
jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berartisejumlah besar volume air
bagaikan ditumpahkan dari langit.Sri Harto (1993) menyebutkan bahwa analisis
IDF memerlukan analisisfrekuensi dengan menggunakan seri data yang diperoleh
dari rekaman data hujan.Jika tidak tersedia waktu untuk mengamati besarnya
intensitas hujan ataudisebabkan oleh karena alatnya tidak ada, dapat ditempuh
cara-cara empirisdengan mempergunakan rumus-rumus eksperimental seperti rumus
Talbot,Mononobe, Sherman dan Ishigura (Suyono dan Takeda 1993).
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah
Mada Press.
Linsley, Ray K., Joseph B.
Franzini. 1985. Teknik
Sumber Daya Air. Jakarta: Eralanga.
Sari,
Santi. 2010. Studi limpasan Permukaan Spasial Akibat Perubahan Penggunaan Lahan
(Menggunakan Model Kinneros).
Magister Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya. Malang.
Citra
Aditya. Konservasi
Tanah dan Air. http://www.slideshare.net/radhityanugraha28/tugas-konservasi-tanah-dan-air
(online). Diakses pada tanggal 30 September 2014 pukul 14.11 WITA.
Ismail. 2013. Limpasan Permukaan. http://ismi10.blogspot.com/2013/01/limpasan-permukaan-limpasanmerupakan.html
(online). Diakses pada tanggal 30 September 2014 pukul 12.24 WITA.
Karma Iswasta Eka. Manajemen Air.
http://www.angelfire.com/id/EKA/artikel/manajemenair.html (online). Diakses pada tanggal 30 September 2014 pukul 13.57 WITA.
Anonim A. Limpasan Permukaan Runoff http://id.wikipedia.org/wiki/Limpasan_permukaan (online). Diakses pada tanggal 30 September 2014 pukul 12.46 WITA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar