Kamis, 28 Mei 2015

Geografi Desa dan Kota STRUKTUR RUANG KOTA

 “STRUKTUR RUANG KOTA”

DOSEN PENGAMPU
EVA ALVIAWATI, S.Pd., M.Sc.
NEVY FARISTA ARISTIN, S.Pd., M.Sc.

 
Oleh  Kelompok 5

          LAILA DIAN PUSPITA                   A1A513043
NUR SAIDAH                                   A1A513006
RIYAH                                               A1A513053
SAFARIAH                                       A1A513223
SARI ANGGRIANI                          A1A513093
DEVY KUSUMAWARDHANI       A1A513232
DWI NOVIANI                                 A1A513082

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2015    


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Suatu kota dengan segala aktivitas yang ada di dalamnya akan mengalami perkembangan atau perubahan dari waktu ke waktu. Aktivitas sosial, ekonomi, bahkan politik di suatu kota dapat mempengaruhi bentuk dan struktur kota yang ada dan sudah lama terbentuk. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan tersebut pasti membutuhkan lahan. Jika suatu kota dibangun tanpa perencanaan yang baik maka penggunaan lahan tersebut secara langsung akan mengakibatkan bentuk dan struktur kota yang baru, dan ini akan berpengaruh pula pada aspek-aspek lain di dalam kota tersebut.
Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam rangka penyesuian terhadap fungsinya untuk mencapai tingkat efisiensi pelayanan. Pertambahan penduduk yang meningkat pesat memunculkan berbagai permasalahan dalam pembangunan, diantaranya adalah meningkatnya kebutuhan akan ruang untuk pemenuhan berbagai kebutuhan hidup lahan budidaya, perumahan, perindustrian dan kegiatan lainnya. Upaya pemenuhan kebutuhan yang meningkat menyebabkan tekanan terhadap ruang dan sumberdaya alam, terutama dikarenakan perekonomian Indonesia masih sangat tergantung kepada pemanfaatan sumberdaya alamnya (Purwoko, 2009).
Struktur ruang merupakan bagian dari organisasi keruangan sebuah kota dan mencirikan penggunaan lahan tertentu di kota (Bourne, 1971). Struktur ruang mempresentasikan ragam aktivitas yang dilakukan oleh manusia di perkotaan, semakin kompleks struktur ruang mencirikan aktivitas yang semakin bervariasi dan dinamis. Struktur kota akan selalu berubah seiring dengan pertumbuhan kota secara sosial-ekonomi, dan membentuk suatu organisasi keruangan tertentu yang merupakan representasi penggunaan ruang oleh manusia (Schnore, 1971). Struktur terbentuk berdasarkan persebaran kegiatan secara spasial (Schnore, 1971). Dalam konteks Indonesia struktur ruang terbentuk berdasarkan susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai kegiatan pendukung sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional (UU No. 26/2007).
Rencana tata ruang yang disusun tidak hanya sebagai aspek prosedural dalam penyelenggaraan pembangunan kota, tetapi juga sebagai kegiatan yang dapat menunjang tercapainya berbagai sasaran pembangunan kota, dengan mewujudkan mekanisme prosedur yang tepat dan efektif, terutama dalam penggunaan lahan, baik untuk kepentingan pemerintah, masyarakat, maupun swasta.
Selain hal tersebut di atas pendekatan operasional penataan ruang juga penting dimaksudkan untuk menghasilkan rencana tata ruang yang mempunyai daya antisipasi tinggi terhadap perkembangan sehingga tidak kalah cepat dengan kebutuhan pembangunan kota serta realistis, operasional dan mampu berfungsi sebagai instrumen koordinasi bagi program-program pembangunan dari berbagai sumber pendanaan. Dalam upaya untuk meningkatkan pemahaman akan fenomena dan kondisi yang berkaitan dengan geografi, sejalan dengan perkembangan dalam bidang ilmu
B. Rumusan Masalah
Adanya struktur ruang kota ini memberikan suatu rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apakah yang dimaksud dengan struktur ruang kota?
2.      Unsur-unsur apa saja yang ada didalam pembentukan struktur tata ruang kota?
3.      Bagaimana bentuk dan model stuktur ruang kota?
4.      Teori-teori  apa saja yang ada pada struktur ruang kota
5.      Bagaimana perkembangan kota dan struktur ruangnya?
6.      Kebijakan apa saja yang terkait dengan struktur ruang kota?
C.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.         Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan struktur ruang kota.
2.         Untuk mengetahui unsur-unsur apa saja yang ada didalam pembentukan struktur tata ruang kota.
3.         Untuk mengetahui bentuk dan model stuktur ruang kota.
4.         Untuk mengetahui apa saja teori-teori yang ada pada struktur ruang kota.
5.         Untuk lebih memahami perkembangan kota dan struktur ruangnya.
6.         Untuk mengetahui Kebijakan yang terkait dengan struktur ruang kota.



  
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Struktur Ruang Kota
Kota merupakan pusat berbagai kegiatan, seperti kegiatan ekonomi, pemerintahan, kebudayaan, pendidikan dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan seperti ini umumnya dilakukan di daerah inti kota (core of city), dan disebut Daerah Pusat Kegiatan (DPK), atau Central Business Districts (CBD). DPK berkembang terus meluas ke arah daerah di luarnya, terbentuk daerah Selaput Inti Kota. Adanya berbagai kegiatan di pusat kota, akan menimbulkan adanya pengelompokan (segregasi) dan penyebaran jenis-jenis kegiatan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti:
a.       Ketersediaan ruang dalam kota;
b.      Jenis-jenis kebutuhan warga kota;
c.       Tingkat teknologi yang ada;
d.      Perencanaan pembangunan perkotaan;
e.       Faktor geografis setempat.
            Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan serta meliharan kelangsungan hidupnya. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan ataupun tidak. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang.
Mengingat kota yang mempunyai fungsi sebagai pusat kegiatan, maka penataan ruangnya harus melalui perencanaan yang cermat, agar tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari. Perencanaan penataan ruang perlu memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut:
1.      Aspek sosial seperti,kependudukan, sosial budaya, pendidikan, agama, status sosial, struktur sosial masyarakat;
2.      Aspek ekonomi seperti pendapatan per kapita, produksi, perdagangan, pertambangan dll;
3.      Aspek fisik seperti relief, tanah dll.
Ketiga aspek ini penting untuk penyusunan master plan dan detail plan kota. Penataan ruang kota yang baik perlu didasarkan pada kondisi fisik, pemerintah kota sebagai pengatur kebijakan, dan tingkat perekonomian.
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang. Dalam suatu kota terdapat hierarki pusat pelayanan kegiatan perkotaan, seperti pusat kota, pusat bagian wilayah kota, dan pusat lingkungan yang ditunjang dengan sistem prasarana jalan seperti jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal.
Struktur ruang wilayah kota merupakan gambaran sistem pusat pelayanan kegiatan internal kota dan jaringan infrastruktur kota sampai akhir masa perencanaan, yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kota dan melayani fungsi kegiatan yang ada/direncanakan dalam wilayah kota pada skala kota, yang merupakan satu kesatuan dari sistem regional, provinsi, nasional bahkan internasional. Rencana sturktur ruang kota mencakup: rencana pengembangan pusat pelayanan kegiatan kota, dan rencana sistem prasarana kota. Rencana pengembangan pusat pelayanan kegiatan kegiatan kota menggambarkan lokasi pusat-pusat pelayanan kegiatan kota, hirarkinya, cakupan/skala layanannya, serta dominasi fungsi kegiatan yang diarahkan pada pusat pelayanan kegiatan tersebut. Sedangkan rencana sistem prasarana kota mencakup sistem prasarana yang mengintegrasikan kota dalam lingkup yang lebih luas maupun mengitegrasikan bagian wilayah kota serta memberikan layanan bagi fungsi kegiatan yang ada/direncakan dalam wilayah kota, sehingga kota dapat menjalankan peran dan fungsinya sesuai dengan tujuan penataan ruang kota yang ditetapkan.
Ilmu Struktur Ruang Kota merupakan ilmu yang membahas tentang bagaimana pola-pola penggunaan lahan di kawasan kota. Menurut Hadi Sabari Yunus dalam buku Struktur Ruang Kota (2000) berpendapat bahwa ada 5 (lima) kategorisasi pendekatan-pendekatan tentang penggunaan lahan kota, yaitu:
1.      Pendekatan Ekologikal (Ecological Approach).
2.      Pendekatan Ekonomi (Economic Approach).
3.      Pendekatan Morfologikal (Urban Morphological Approach).
4.      Pendekatan Sistem Kegiatan (Activity Systems Approach).
5.      Pendekatan Ekologi Faktoral (Factoral Ecology Approach).
B.       Unsur-unsur Pembentukan Struktur Tata Ruang Kota
Unsur-unsur pembentuk struktur tata ruang kota telah dikemukakan oleh banyak pakar. Menurut Doxiadis, perkotaan atau permukiman kota merupakan totalitas lingkungan yang terbentuk oleh 5 unsur, yakni alam (nature), individu manusia (antropos), masyarakat (society), ruang kehidupan (shells), dan jaringan (network). Dalam perspektif yang berbeda, menurut Patrick Geddes, karakteristik permukiman sebagai suatu kawasan memiliki unsur yaitu place (tempat tinggal); work (tempat kerja); folk (tempat bermasyarakat).
Kus Hadinoto (1970-an) mengadaptasinya menjadi 5 unsur pokok, yaitu wisma, tempat tinggal (perumahan); karya: tempat bekerja (kegiatan usaha); marga, jaringan pergerakan, jalan; suka, tempat rekreasi/hiburan; penyempurna, prasarana dan sarana. Unsur pembentuk struktur tata ruang kota dapat pula dipahami secara persepsional seperti dikemukakan oleh Kevin Lynch yang menyatakan sifat suatu objek fisik menyebabkan kemungkinan besar membuat citra (image) yang kuat pada setiap orang. Menurutnya ada lima unsur dalam gambaran mengenai kota yaitu path, edge, district, node, dan landmark. Sebagai wujud struktural pemanfaatan ruang, kota terdiri dari susunan unsur-unsur pembentuk kawasan perkotaan secara hierarkis dan struktural yang berhubungan satu dengan lainnya membentuk tata ruang kota. Adapun elemen-elemen yang membentuk struktur ruang kota (Sinulingga, 2005:97) yaitu:
1.      Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan.
2.      Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat.
3.      Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka hijau.
4.      Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat di atas.
C. Bentuk dan model struktur ruang
Bentuk struktur ruang kota apabila ditinjau dari pusat pelayanan (retail) terbagi menjadi tiga, yaitu (Sinulingga, 2005:103-105):
1. Monocentric City
Monocentric City adalah kota yang belum berkembang pesat, jumlah penduduknya belum banyak, dan hanya mempunyai satu pusat pelayanan yang sekaligus berfungsi sebagai Central Bussines District (CBD).
2. Polycentric City
Perkembangan kota mengakibatkan pelayanan oleh satu pusat pelayanan tidak efisien lagi. Kota-kota yang bertambah besar membutuhkan lebih dari satu pusat pelayanan yang jumlahnya tergantung pada jumlah penduduk kota. Fungsi pelayanan CBD diambil alih oleh pusat pelayanan baru yang dinamakan sub pusat kota (regional centre) atau pusat bagian wilayah kota.
Sementara itu secara berangsur- angsur berubah dari pusat pelayanan retail (eceran) menjadi komplek perkantoran komersial yang daya jangkauan pelayanannya dapat mencakup bukan hanya wilayah kota saja, tetapi wilayah sekeliling kota yang disebut juga wilayah pengaruh kota.
CBD dan beberapa sub pusat kota atau pusat bagian wilayah kota (regional centre) akan membentuk kota menjadi polycentric city atau cenderung seperti multiple nuclei city yang terdiri dari:
1.      CBD, yaitu pusat kota lama yang telah menjadi kompleks perkantoran
2.      Inner suburb (kawasan sekeliling CBD), yaitu bagian kota yang tadinya dilayani oleh CBD waktu kota belum berkembang dan setelah berkembang sebagian masih dilayani oleh CBD tetapi sebagian lagi dilayani oleh sub pusat kota
3.      Sub pusat kota, yaitu pusat pelayanan yang kemudian tumbuh sesuai perkembangan kota
4.      Outer suburb (pinggiran kota), yaitu bagian yang merupakan perluasan wilayah kegiatan kota dan dilayani sepenuhnya oleh sub pusat kota
5.      Urban fringe (kawasan perbatasan kota), yaitu pinggiran kota yang secara berangsur-angsur tidak menunjukkan bentuk kota lagi, melainkan mengarah ke bentuk pedesaan (rural area).
3. Kota Metropolitan
Kota Metropolitan adalah kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota satelit yang terpisah cukup jauh dengan urban fringe dari kota tersebut, tetapi semuanya membentuk satu kesatuan sistem dalam pelayanan penduduk wilayah metropolitan. Adapun model struktur ruang apabila dilihat berdasarkan pusat-pusat pelayanan diantaranya adalah:
1.      Mono Centered
Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat yang tidak saling terhubung antara sub pusat yang satu dengan sub pusat yang lain.
2.       Multi Nodal
Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat daan sub-sub pusat yang saling terhubung satu sama lain. Sub-sub pusat selain terhubung langsung dengan sub pusat juga terhubung langsung dengan pusat.
3.      Multi Centered
Terdiri dari beberapa pusat dan sub pusat yang saling terhubung satu sama lain.
4.      Non Centered
Pada model ini tidak terdapat node sebagai pusat maupun sub pusat. Semua node memiliki hirarki sama dan saling terhubung antara satu dengan yang lain. (Gambar 2.1).
Gambar 2.1 Model Struktur Ruang
Sumber: Sinulingga (2005)

D. Teori-teori  Struktur Ruang Kota
Teori-teori yang melandasi struktur ruang kota yang paling dikenal adalah Teori Konsentris (Concentric Zone Theory), Teori Sektoral (Sector Theory) dan Teori Pusat Berganda (Multiple Nuclei Theory). Ketiga teori tersebut mengkaji bahwa setiap kota memiliki pusat kota dan biasanya dinamakan Daerah Pusat Kegiatan (DPK) atau Central Bussiness District (CBD). Namun, masing-masing teori menyatakan pengertian yang berlainan mengenai DPK tersebut. Berikut ini adalah pengertian atau esensi dari DPK atau CBD menurut masing-masing teori tersebut, antara lain:
1.      Menurut Teori Konsentris (Burgess,1925) DPK atau CBD adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).
2.      Menurut Teori Sektoral (Hoyt,1939) DPK atau CBD memiliki pengertian yang sama dengan yang diungkapkan oleh Teori Konsentris.
3.      Menurut Teori Pusat Berganda (Harris dan Ullman,1945) DPK atau CBD adalah pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu “growing points”. Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti “retailing” distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain (Yunus, 2000:49). Namun, ada perbedaan dengan dua teori yang disebutkan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda terdapat banyak DPK atau CBD dan letaknya tidak persis di tengah kota dan tidak selalu berbentuk bundar.
Teori lainnya yang mendasari struktur ruang kota adalah Teori Ketinggian Bangunan; Teori Konsektoral; dan Teori Historis. Dikaitkan dengan perkembangan DPK atau CBD, maka berikut ini adalah penjelasan masing-masing teori mengenai pandangannya terhadap DPK atau CBD :
1.      Teori Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955). Teori ini menyatakan bahwa perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan. DPK atau CBD secara garis besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan secara vertikal. Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai dengan kegiatan perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi aksesibilitas suatu ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya.
2.      Teori Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980). Teori Konsektoral dilandasi oleh strutur ruang kota di Amerika Latin. Dalam teori ini disebutkan bahwa DPK atau CBD merupakan tempat utama dari perdagangan, hiburan dan lapangan pekerjaan. Di daerah ini terjadi proses perubahan yang cepat sehingga mengancam nilai historis dari daerah tersebut. Pada daerah – daerah yang berbatasan dengan DPK atau CBD di kota-kota Amerika Latin masih banyak tempat yang digunakan untuk kegiatan ekonomi, antara lain pasar lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi lemah dan sebagian lain dipergunakan untuk tempat tinggal sementara para imigran.
3.      Teori Historis (Alonso, 1964). DPK atau CBD dalam teori ini merupakan pusat segala fasilitas kota dan merupakan daerah dengan daya tarik tersendiri dan aksesibilitas yang tinggi.
E. Perkembangan Kota dan Struktur Ruang
Perkembangan perkotaan adalah suatu proses perubahan keadaan perkotaan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Sorotan perubahan keadaan tersebut biasanya didasarkan pada waktu yang berbeda dan untuk menganalisis ruang yang sama. Menurut J.H.Goode dalam Daldjoeni (1996: 87), perkembangan kota dipandang sebagai fungsi dari pada faktor-faktor jumlah penduduk, penguasaan alat atau lingkungan, kemajuan teknologi dan kemajuan dalam organisasi sosial.
Sedangkan menurut Bintarto (1989), perkembangan kota dapat dilihat dari aspek zone-zone yang berada di dalam wilayah perkotaan. Dalam konsep ini Bintarto menjelaskan perkembangan kota tersebut terlihat dari penggunaan lahan yang membentuk zone-zone tertentu di dalam ruang perkotaaan sedangkan menurut Branch (1995), bentuk kota secara keseluruhan mencerminkan posisinya secara geografis dan karakteristik tempatnya. Branch juga mengemukakan contoh pola-pola perkembangan kota pada medan datar dalam bentuk ilustrasi seperti : a) topografi, b) bangunan, c) jalur transportasi, d) ruang terbuka, e) kepadatan bangunan, f) iklim lokal, g) vegetasi tutupan dan h) kualitas estetika.
Berdasarkan pada penampakan morfologi kota serta jenis penyebaran areal perkotaan yang ada, Hudson dalam Yunus (1999), mengemukakan beberapa alternatif model bentuk kota. Secara garis besar ada 7 (tujuh) buah model bentuk kota yang disarankan, yaitu;
a.       bentuk satelit dan pusat-pusat baru (satelite and neighbourhood plans), kota utama dengan kota-kota kecil akan dijalin hubungan pertalian fungsional yang efektif dan efisien;
b.      bentuk stellar atau radial (stellar or radial plans), tiap lidah dibentuk pusat kegiatan kedua yang berfungsi memberi pelayanan pada areal perkotaan dan yang menjorok ke dalam direncanakan sebagai jalur hijau dan berfungsi sebagai paru-paru kota, tempat rekreasi dan tempat olah raga bagi penduduk kota;
c.       bentuk cincin (circuit linier or ring plans), kota berkembang di sepanjang jalan utama yang melingkar, di bagian tengah wilayah dipertahankan sebagai daerah hijau terbuka;
d.      bentuk linier bermanik (bealded linier plans), pusat perkotaan yang lebih kecil tumbuh di kanan-kiri pusat perkotaan utamanya, pertumbuhan perkotaan hanya terbatas di sepanjang jalan utama maka pola umumnya 26 linier, dipinggir jalan biasanya ditempati bangunan komersial dan dibelakangnya ditempati permukiman penduduk;
e.       bentuk inti/kompak (the core or compact plans), perkembangan kota biasanya lebih didominasi oleh perkembangan vertikal sehingga memungkinkan terciptanya konsentrasi banyak bangunan pada areal kecil;
f.       bentuk memencar (dispersed city plans), dalam kesatuan morfologi yang besar dan kompak terdapat beberapa urban center , dimana masing-masing pusat mempunyai grup fungsi-fungsi yang khusus dan berbeda satu sama lain; dan
g.      bentuk kota bawah tanah (under ground city plans), struktur perkotaannya dibangun di bawah permukaan bumi sehingga kenampakan morfologinya tidak dapat diamati pada permukaan bumi, di daerah atasnya berfungsi sebagai jalur hijau atau daerah pertanian yang tetap hijau.
Dalam perencanaan fungsional yang dikemukakan Anthony J. Catanese bahwa bentuk kota terbentuk dari (1) tata guna lahan, (2) pembangunan perumahan (real estate), (3) infrastruktur, (4) lingkungan, (5) transportasi, (6) perumahan, (7) pelestarian benda-benda bersejarah, (8) teknologi.
Melville mengemukakan bahwa secara fisik unsur-unsur perkotaan terbentuk dari bangunan-bangunan, bangunan yang lain yang bukan berupa bangunan gedung, jalur-jalur tranportasi dan utilitas kota, ruang terbuka, kepadatan perkotaan, pengaruh iklim, vegetasi, kulaitas estetika, dan perancangan perkotaan. Sedangkan secara sosial unsur perkotaan dipengaruhi oleh besaran jumlah penduduk, komposisi penduduk, dan penduduk lanjut usia.
F.       Kebijakan terkait Struktur Ruang
            Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Nasional Dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan dalam arahan kebijakan bahwa muatan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota mencakup :
1.      Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Rencana Wilayah Kota;
2.      Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota;
3.      Rencana Pola Ruang Wilayah Kota;
4.      Penetapan Kawasan Strategis Kota;
5.      Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota (Penyediaan dan Pemanfaatan RTH, Non Hijau, Sarana Prasarana); dan
6.      Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional, Kabupaten Majalengka difungsikan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Dalam Pasal 1 PP No. 26/2008 pengertian dari PKL adalah Pusat Kegiatan Lokal adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.




BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dari pembahasan tentang stuktur ruang kota diatas, maka dapat di simpulkan bahwa:
Kota merupakan pusat berbagai kegiatan, seperti kegiatan ekonomi,pemerintahan, kebudayaan, pendidikan dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan seperti ini umumnya dilakukan di daerah inti kota (core of city), dan disebut Daerah Pusat Kegiatan (DPK), atau Central Business Districts (CBD). DPK berkembang terus meluas ke arah daerah di luarnya, terbentuk daerah Selaput Inti Kota. Adanya berbagai kegiatan di pusat kota, akan menimbulkan adanya pengelompokan (segregasi) dan penyebaran jenis-jenis kegiatan.
Ruang merupakan  wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan serta meliharan kelangsungan hidupnya. Struktur ruang merupakan susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional.
Struktur ruang wilayah kota merupakan gambaran sistem pusat pelayanan kegiatan internal kota dan jaringan infrastruktur kota sampai akhir masa perencanaan, yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kota dan melayani fungsi kegiatan yang ada/direncanakan dalam wilayah kota pada skala kota, yang merupakan satu kesatuan dari sistem regional, provinsi, nasional bahkan internasional. Rencana sturktur ruang kota mencakup: rencana pengembangan pusat pelayanan kegiatan kota, dan rencana sistem prasarana kota.
Menurut Kus Hadinoto (1970-an) mengadaptasinya menjadi 5 unsur pokok pembentukan tata ruang kota, yaitu wisma, tempat tinggal (perumahan); karya: tempat bekerja (kegiatan usaha); marga, jaringan pergerakan, jalan; suka, tempat rekreasi/hiburan; penyempurna, prasarana dan sarana.
Menurut Sinulingga (2005:103-105), Bentuk struktur ruang kota ditinjau dari pusat pelayanan (retail) terbagi menjadi tiga, yaitu Monocentric City,  Polycentric City dan Kota Metropolitan.
B.       Saran
Berdasarkan Teori Historis (Alonso, 1964). DPK atau CBD dalam teori ini merupakan pusat segala fasilitas kota dan merupakan daerah dengan daya tarik tersendiri dan aksesibilitas yang tinggi. Sehingga Kota merupakan pusat dari perdagangan baik berupa barang maupun tenaga kerja. Kota menyediakan segala sesuatu yang di perlukan manusia untuk memenuhi kebutuhanya. Karena kota tempat yang begitu komplek maka banyak terdapat kesenjangan didalamnya. Berbagai jenis masyarakat menjadikan kota sebagai alternative untuk mencari mata pencaharian, masyarakat pedesaanpun berbondong-bondong untuk pergi ke kota. Oleh karena itu, untuk mengurangi tingkat kesenjangan bahkan kriminalitas, sebaiknya pemeritah menerapkan peraturan yang mengikat kepada setiap individu di dalam masyarakat berupa “aturan di larangnya perpindahan penduduk desa ke kota dan peraturan berupa larangan pembangunaan pemukiman di pusat perkota”. Hal ini bertujuan untuk mengurangi tingkat kepadatan penduduk di perkotaan serta kesenjangan dalam masyarakatnya.
 
DAFTAR PUSTAKA



Adhityo, Wismo. 2008. https://wismoadhityo.wordpress.com/2008/06/11/struktur-ruang-kota/ diakses pada tanggal 29 April 2015 pukul 08.57
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37368/3/Chapter%20II.pdf diakses pada tanggal 29 April 2015 pukul  08.59